Rabu, 12 Juni 2013

PENGERTIAN DAN SUMBER STRES DALAM PEKERJAAN GURU



A.  PENDAHULUAN
Stres merupakan fenomena psikofisik yang bersifat manusiawi, dalam arti bahwa stres itu bersifat inheren dalam diri setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Stress dialami oleh setiap orang, dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status sosial ekonomi.
Stres dapat memberikan pengaruh positif dan negative terhadap individu. Pengaruh postif yaitu mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negative yaitu menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah atau depresi dan memicu berjangkitnya penyakitsakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi atau stroke.
Pengaruh negative dari stres itu, dapat dicontohkan pada kasus penolakan dan perlakuan seorang ibu yang kasar terhadap anak, yang dapat menyebabkan stress bagi anak tersebut. Stress anak yang berkepanjangan ternyata berpengaruh negative bagi bagi perkembangan kepribadiannya, yaitu bersifat kurang percaya diri, dan takut melakukan sesuatu.
Walter Cannon, sekitar tahun 1931 mengemukakan bahwa manusia merespons peristiwastress dengan fisik maupun psikis untuk mempersiapkan dirinya, apakah melawan/mengatasi atau menghindar/melarikan diri dari stress ( fight or not fight response). Selanjutnya dia mengatakan bahwa ketika individu memprsepsi adanya ancaman maka tubuhnya secara cepatmereaksinya melalui system syaraf simpatetik dan system endoktrin. Respon atau reaksi tubuh itu memobilisasi organisme untuk menyerang atau menghindari ancaman tersebut. Cannon berpendapat bahwa disatu sisi, respons atau reaksi fight-or not fight itu merupakan usaha organisme untuk beradaptasi, sebab melalui reaksi itu organisme dapat merespons ancamansecara tepat. Di sisi lain stres dapat merugikan organisme karena mengganggu fungsi emosi dan fisik, serta dapat menyebabkan masalah kesehatan setiap saat. Apabila stres tersebut terus menerus terjadi, berarti individu akan mengalami masalah selamanya (Satori, 1977: 4.33).

B.  PENGERTIAN STERS
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental.
Dadang Hawari (1997 : 44-45) istilah stress tidak dapat dipisahkan dari stressdan depresi karena satu sama lainnya saling terkait. Stress merupakan reaksi fisik terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya; dan apabila fungsi organ tubuh sampai terganggu dinamakan stress. Sedangkan depresi merupakan reaksi kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya.Stres dapat diartikan sebagai respons (reaksi) fisik dan psikis yang berupa perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang dihadapi. Diartikan juga reaksi fisik yang dirasakannya tidak nyaman sebagai dampak dari persepsi yang kurang tepat terhadap sesuatu yang mengancam keselamatan dirinya, merusak harga dirinya, menggagalkan keinginan atau kebutuhannya.
Menurut Selye (1976) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Sementara A. Baum (Shelley E. Taylor, 2003) mengartikan stres sebagai pengalaman emosional yang negatif yang disertai perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasi dampak-dampaknya.
Robbins (2001) menyatakan bahwa stress adalah suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Stres adalah perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan baik fisik maupun psikis sebagai respon atau reaksi individu terhadap (stressor) atau stimulus yang berupa peristiwa, objek, atau orang yang mengancam,mengganggu, membebani, atau membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, atau
kesejahteraan hidupnya (Satori, 1977: 4.34).
Berdasarkan beberapa pengertian sebagaimana tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa stres adalah ketegangan fisik maupun psikis yang dialami individu sebagai reaksi (respons) terhadap kondisi atau kejadian tertentu (stimulus) yang menyebabkan ketidaknyamanan pada dirinya.

C.  STRES PADA SETIAP PERIODE KEHIDUPAN

1.   Stres pada Masa Bayi
Situasi stress yang umumnya dialami bayi merupakan pengaruh lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar), dan adanya keharusan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan atau peraturan orang tua. Tuntutan yang harus diikuti oleh bayi itu antara lain; menerima penyapihan dari ibunya, belajar cara makan dan mematuhi jadwal waktunya, berlatih buang air pada tempatnya dan mencebok setelahnya (toilet training), dan lain-lain. Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan tersebut ternyata tidak berlangsung secara otomatis, melainkan melalui proses yang tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada proses penyesuaian diri inilah, bayi sering mengalami stress. Factor lain yangmenyebabkan stress pada bayi adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu, yang ditandaidengan perlakuan ibu yang kasar, marah.

  1. Stres pada Masa Anak 
Stres pada anak biasanya bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya. Stres yang bersumber dari keluarga, seperti : kurang curahan kasih saying dari orang tua, dan perubahan status keluarga (seperti dari serba kecukupan menjadi serba kekurangan, atau brokenhome).
Sementara sumber stress yang berasal dari sekolah, diantaranya : sikap dan perlakuan guru yang kasar, kurang berhasil dalam bidang akademis, tidak naik kelas, kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas dari guru dan keadaan sekolah yang kurang kondusif untuk belajar (bising, kumuh dan kurang sehat), dan lain-lain.

3.   Stress pada Masa Remaja
Ada suatu kepercayaan yang sudah populer bahwa masa remaja merupakan masa stres dalam perjalanan hidup seseorang. Yang menjadi sumber utama stres pada masa ini adalah konflik atau pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orang tua dengan kebutuhan remaja untuk bebas, atau independen dari peraturan tersebut.
Banyak reaksi penyesuaian remaja yang negative merupakan pernyataan dari upaya-upaya untuk mencapai kebebasan tersebut. Gejala-gejala yang sangat umum dari kesulitan penyesuaian diri remaja ini, diantaranya: membolos sekolah, bersikap keras kepala atau melawan, dan berbohong.

4.   Stres pada Masa Dewasa
Stres yang dialami orang dewasa pada umumnya bersumber dari faktor-faktor kegagalan perkawinan, ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga, masalah nafkah hidup atau kehilangan pekerjaan (seperti di PHK), ketidakpuasan dalam hubungan seks, penyimpangan seksual suami istri, perselingkuhan suami istri, keadaan hamil, menopause, gangguan kesehatan fisik, dan anak yang nakal.

D.  GEJALA STRES
Kondisi stres dapat diamati dari gejala-gejalanya, baik gejala fisik maupun psikis. Seseorang yang mengalami stres tidak berarti harus menampakkan seluruh, bahkan satu gejala pun sudah bisa kita curigai sebagai pertanda bahwa seseorang mengalami stres. Namun demikian, bisa juga gejala-gejala yang tampak bukan merupakan gejala stres melainkan indikator dari masalah lain, misalnya karena memang benar ada gangguan kesehatan secara fisik.
Tanda-tanda fisik yang menunjukkan gejala stres, diantaranya; sakit kepala, sakit lambung (mag), hipertensi (darah tinggi), sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia (sulit tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan sering buang air kecil.
Adapun tanda-tanda psikologis yang menunjukkan gejala stres diantaranya; gelisah atau cemas, kurang dapat berkonsentrasi belajar atau bekerja, sikap apatis (masa bodoh), sikap pesimis, hilang rasa humor, bungkam seribu bahasa, sering melamun, dan sering marah-marah atau bersikap agresif (baik secara verbal, seperti : kata-kata kasar, dan menghina; maupun non-verbal, seperti; menempeleng, menendang, membanting pintu, dan memecahkan barang-barang).

E.  SUMBER ATAU PEMICU STRES (STRESSOR)
Faktor pemicu stres dapat berasal dari berbagai sumber, yang dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut ini.

1.      Stressor Fisik-Biologis
Stressor fisik-biologis adalah faktor peicu stres yang berasal dari kondisi fisik-biologis yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapan individu. Misalnya; penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak cantik/ganteng, dan postur tubuh yang di persepsi tidak ideal (seperti terlalu kecil, kurus, pendek, atau gemuk).

2.   Stressor Psikologis
Stressor psikologis merupakan faktor penyebab stres yang berasal dari kondisi kejiwaan (psikologis) yang tidak mampu menyesuaikan diri dan atau tidak dapat menerima kenyataan. Misalnya; negative thingking atau berburuk sangka, frustasi (kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan), hasad (iri hati atau dendam), dengki, sikap permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang diluar kemampuan.

3.   Stressor Sosial
Stressor Sosial adalah faktor pemicu stres yang berasal dari kondisi lingkungan dan atau interaksi sosial.
a.       Iklim kehidupan keluarga; hubungan antaranggota keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang nakal (seperti : suka melawan kepada orang tua, sering membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman keras, dan menyalah gunakan obat-obatanterlarang), sikap dan perlakuan orang tua yang keras, salah seorang anggota keluarga, mengidap gangguan jiwa, dan kesulitan ekonomi keluarga.
b.      Factor pekerjaan; kesulitan mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang ridak sesuai dengan minat dan kemampuan, dan penghasilan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari.
c.       Iklim lingkungan; maraknya kriminalitas, tawuran antar pelajar, hargakebutuhan pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas/dingin, suara bising, polusis udara, lingkungan yang kotor atau kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas, bertempat tinggal didaerah banjir atau rentan tanah longsor, serta situasi kehidupan politik dan ekonomi yang tidak stabil.

Keterkaitan antara Stressor, respons dan dampak stress dapat dilihat pada skema berikut:
                                                          RESPONS EMOSI
                                                               Marah, cemas, takut,
                                                               Kehilangan semangat,
                                                               Duka cita

STRESSOR → PERSEPSI             RESPONS FISIK
                                                              Perubahan biokimia tubuh,
                                                              Fluktuasi hormonal

                                                        RESPONS PERILAKU
                                                             Mencari pertolongan dan
                                                             Memecahkan masalah, atau
                                                             Berperilaku negatif

Terkait dengan pembahasan tentang faktor-faktor yang menyebabkan stres seperti telah dikemukakan di atas Greenwood III dan Greenwood Jr (1976: 52-109) mengemukakan bahwa tubuh manusia merupakan sistem terbuka, yang dilengkapi dengan mekanisme homeostatik, yaitu kecenderuangan untuk senantiasa memelihara kestabilan organisme, terutama setelah organisme mengalami gangguan. Faktor-faktor yang mengganggu kestabilan (stres) organisme berasal dari dalam maupun dari luar. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri organisme (faktor internal) adalah faktor biologis dan faltor psikologis, sedangkan faktor yang berasal dari luar diri organisme (faktor eksternal) adalah faktor lingkungan. Penjelasan tentang faktor-faktor tersebut dapat dilihat berikut ini.

1.   Faktor Dalam (Internal)

a.   Faktor Biologis
Stressor biologis meliputi faktor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan, postur tubuh, kelelahan, penyakit, dan abnormalitas adaptasi.
 1)  Faktor Genetika
Predisposisi biologis yang menyebabkan stres adalah faktor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau komposisi genetika. Dalam kenyataan semua karakteristik biologis maupun mental setiap individu, trmasuk kekuatan dan kelemahannya dikontrol oleh instruksi-instruksi kode genetika tertentu dalam dirinya. Faktor predisposisi lainnya yang menyebabkan stres adalah proses perkembangan dalam kandungan. Apabila seorang ibu yang sedang mengandung suka mengkonsumsi alkohol, obat-obatan (narkoba), racun, atau makanan yang menyebabkan alergi maka itu semua akan merusak perkembangan bayi yang sedang dikandungnya. Kerusakan perkembangan itu antara lain seperti; kelemahan tubuh, ketidakberfungsian organ, dan tingkah laku abnormal.

2)      Pengalaman Hidup
Setiap individu pasti memiliki sejarah kehidupan atau pengalaman hidup. Pengalaman hidup merupakan proses transisi kehidupan individu mulai dari masa anak sampai masa dewasa. Masa transisi ini melahirkan suasana krisis atau stress pada diri individu. Contoh; suasana yang menimbulkan stress diantaranya : 1. Pada masa anak : sakit demam, kecelakaan dan patah tulang, dan 2. Pada masa remaja: masalah penyesuaian terhadap perkembangan perasaan independen dan fenomena kematangan organ seksual.

3)      Tidur
Setiap orang memiliki kebutuhan untuk tidur. Oleh karena itu, apabila ia mengalami kurangtidur atau tidurnya kurang nyenyak maka akan berakibat kurang baik bagi dirinya, seperti; tidak dapat berkonsentrasi, kurang semangat untuk melakukan suatu kegiatan, mudah tersinggung, mengalami gangguan halusinasi.

4)      Diet
Diet dalah makanan (foods), atau vitamin sebagai nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Dalam hidupnya, setiap individu membutuhkan nutrisi yang seimbang yaitu: karbohidrat, protein,vitamin, mineral dan air. Kekurangan atau kelebihan nutrisi cenderung mempengaruhi proses metabolisme tubuh dan mengganggu kadar gula darah yang normal sehingga menimbulkan stress pada diri individu karena mengganggu mekanisme homeostatis tubuh. Diet yang melebihi batas, baik yang mengurangi atau berlebihan sangat berkontribusi terhadap penyakit tertentu, seperti sakit hati (lever), kanker, kegemukan, dan sakit jantung (stroke).

5)      Postur Tubuh
Postur tubuh merupakan fungsi dari kerangka dan perototan tubuh secara keseluruhan. Postur tubuh yang kurang sempurna atau tidak normal dapat merintangi keberfungsian sistem organ-organ tubuh. Selain itu, postur yang tidak sempurna ini mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap suasana psikologis individu dan kemampuan berhubungan sosialnya dengan orang lain. Seringkali postur tubuh ini dipandang sebagai refleksi atau ekspresi dari sikap-sikap emosional tertentu, seperti : postur tubuh yang baik merefleksikan sikap percaya diri dan ekstroversi, sedangkan postur yang kurang baik merefleksikan sikap kurang percaya diri atau introversi.

6)      Kelelahan (fatigue)
Kelelahan merupakan suatu kondisi di mana reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan atau kekuatan untuk merespons stimulus. Kelelahan dapat disebabkan antara lain oleh faktor-faktor; merokok dan minuman keras yang berlebihan, istirahat kurang, ketegangan otot yang terus menerus, anemia, sakit jantung, atau penyakit tuberculosis. Kelelahan yang terus menerus dapat menyebabkan gangguan tidur, ketegangan otot, kurang nafsu makan, dan berkurangnya fungsi postur untuk melakukan suatu kegiatan.

7)      Penyakit (Disease)
Penyakit merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur tubuh yang menyebabkan kegagalan dalam mencegah datangnya stressor. Kemampuan organisme untuk menolak penyakit didasarkan pada sejumlah kegiatan penyeimbang yang kompleks, yaitu proses homeostatis ata stabilisasi dinamis yang melibatkan berbagai bagian tubuh dalam bekerja sama satu sama lain. Apabila mekanisme homeostatis mengalami gangguan, maka tubuh akan lebih mudah terpengaruh oleh stressor seperti mikroba-mikroba yang menyebabkan infeksi. Dalam pandangan modern, penyakit bukan kondisi yang hanya disebabkan oleh satu penyebab (stressor), tetapi juga oleh lebih dari satu penyebab. Semua penyakit mengganggu ritme biologis yang normal dan cenderung melahirkan kelelahan, pola tidur yang tidak teratur, ketegangan otot dan gangguan lainnya.

8)      Adaptasi yang Abnormal
Kemampuan beradaptasi merupakan suatu ciri dari sistem organisme. Adaptasi merupakan modifikasi sendiri untuk memperoleh yang diperlukan bagi kelangsungan hidup dengan cara mengatasi kondisi-kondisi lingkungan. Terdapat tiga bentuk adaptasi yang abnormal (maladaptasion), yaitu:
a)      Respon adaptif yang tidak memadai (hypoadaptasi), yang mungkin berbentuk skresi yang tidak memadai dari anti hormone-hormon inflammatory, yang melahirkan penyakit rematik, penyakit kulit, penyakit mata, dan penyakit tulang (arthristis).
b)      Respons adaptif yang eksessif (hyperadaptasi), yang berbentuk overproduksi hormone-hormon cortiroid, yang menyebabkan lahirnya penyakit jantung dan ginjal.
c)      Respon adaptif yang tidak tepat, yang terdiri dari sekresi hormonal, atau respons terhadap stressor yang di luar kebiasaan. Kondisi ini menyebabkan penyakit saraf dan mental, gangguan seksual, penyakit pencernaan, dan kanker. Pada umumnya penyakit-penyakit yang dialami manusia disebabkan oleh respons adaptif yang yang abnormal dari satu atau lebih organ-organ tubuh terhadap stres. Adaptasi yang abnormal ini dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk memberikan respons yang normal terhadap stressor, sehingga tubuh mudah terserang stres.

b.   Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologi yang diduga dapat menjadi pemicu stres antara lain  sebagaimana tersebut berikut ini.
1)      Persepsi
Salah satu faktor yang terlibat dalam membentuk persepsi adalah sistem panca indera. Ingatan, motivasi, gen keturunan, dan interpretasi dari sinyal yang diterima oleh panca indera bersatu membentuk persepsi. Dari kenyataan tersebut jelas bahwa perilaku seseorang dapat mengontrol persepsi. Jika seseorang dapat mengendalikan persepsi, maka ia akan memiliki kekuatan untuk mengendalkan sumber stres dengan yakin karena kebanyakan stres (executive stres) terjadi karena apa yang dilihat dan apa yang didengar. Yang biasa diperhatikan adalah, setiap perkataan atau perbuatan orang lain dapat menyebabkan berbagai tingkatan stres. Sebaliknya, yang tidak atau jarang diperhatika adalah suatu kenyataan bahwa sumber stres sebenarnya bukan berasal dari perbuatan orang lain, melainkan persepsi dari pengamat sendiri atas perilaku orang lain tersebut. Selama seseorang mampu mengendalikan persepsinya sendiri, maka dia akan dapat mengendalikan sumber stres.

2)      Perasaan dan Emosi
Emosi merupakan aspek psikologis yang kompleks dari keadaan homeostatik yang normal (normal homeostatik) yang berawal dari suatu stimulus psikologis. Kemampuan untuk menerima dan membedakan setiap perasaan dan emosi bukanlah bawaan sejak lahir, melainkan hasil dari interaksi selama proses pendewasaan secara normal dan pengalaman yang diperoleh secara bertahap. Tujuh macam emosi yang paling berkaitan dengan stres adalah; kecemasan (keggelisahan), rasa bersalah, kekhawatiran (ketakutan), kemarahan, kecemburuan, kesedihan dan kedukaan.

a)   Kecemasan (Enxiety)
Kecemasan pada dasarnya adalah suatu reaksi diri untuk menyadari suatu ancaman (threat) yang tidak menentu. Gejala kecemasan ini nampak pada perubahan fisik, seperti gangguan pernapasan, detak jantung meningkat, berkeringat, dan lain-lain. Salah satu penyebab kecemasan adalah kesadaran akan kematian. Ketidakpastian akan hidup terkadang juga menjadi sumber kegelisahan bagi sebagian orang. Perasaan cemas yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekhawatiran, ketakutan, dan perilaku stres lainnya.

b)   Rasa Bersalah dan Rasa Khawatir (Guilt and Worry)
Rasa bersalah dan cemas dapat dikategorikan sebagai kegelisahan dengan suatu ancaman yang jelas. Rasa bersalah ditandai dengan menurunnya kepercayaan diri, merasa dirinya tidak berguna, buruk, atau merasa diri sebagai orang jahat. Sebagian orang akan menyalahkan atau bahkan akan membenci dirinya sendiri. Rasa cemas juga ditandai dengan adanya pikiran negatif akan suat hal secara berulang dan terus menerus. Rasa bersalah berfokus kepada peristiwa yang telah terjadi, sedangkan rasa cemas berfokus kepada peristiwa yang diharapkan. Rasa bersalah dan rasa cemas dapat menimbulkan stres.

c)   Rasa Takut (Fear)
Sama halnya dengan rasa cemas, rasa takut berkaitan dengan peristiwa yang akan terjadi. Rasa takut merupakan tanggapan terhadap suatu ancaman tertentu yang sudah jelas, berbeda dengan gelisah yang merupakan tanggapan terhadap ancaman yang belum menentu kejelasannya. Rasa takut pada manusia sangat beragam, seperti rasa takut terhadap sakit, hukuman, kegagalan, dan sebagainya. Rasa takut yang tidak terkendali dapat menuju kepada perilaku yang mengakibatkan stres.

d.   Marah (Anger)
Marah adalah emosi yang kuat yang ditandai dengan adanya reaksi sistem saraf yang akut dan dengan adanya sikap melawan baik secara terang-terangan atau tersembunyi. Menahan untuk marah dapat menyebabkan stres pada diri seseorang, baik secara emosi atau fisik. Secara fisik seperti dapat menaikkan tekanan darah dan gangguan psikosomatis lainnya. Seseorang yang sering marah atau sering menahan marah dapat mengakibatkan rasa bersalah pada dirinya dan perilaku lainnya yang menunjukkan jiwa yang stres. Menahan rasa marah berarti menghambat siklus biologi yang secara normal berlangsung dalam tubuh, dan hal ini dapat menyebabkan frustrasi, yang pada akhirnya mengakibatkan stres.

e.   Cemburu (Jeaolusy)
Cemburu meliputi keinginan untuk menguasai, mengendalikan, atau memperbudak seseorang sebagai rasa kepemilikan atas orang tersebut. Cemburu dapat menimbulkan rasa cemas, takut, gelisah, atau marah.

f.    Kesedihan dan Kedukaan (Loss and bereavement)
Sedih adalah rasa sakit atau pilu yang diakibatkan adanya perubahan, seperti perubahan dalam hubungan pribadi (cinta, dukungan, dan sebaginya), perubahan dalam kemampuan diri (daya tanggap, kekuatan, dan sebagainya), perubahan dalam materi (gaji, perubahan tempat tinggal, dan sebagainya), atau bahkan perubahan dalam perkembangan diri (pendewasaan, promosi, kenaikan pangkat, dan sebaginya). Lebih spesifik dari rasa sedih, duka adalah rasa sedih akan kematian seseorang. Sedih atau duka berlebihan dapat menumbuhkan emosi yang dapat menyebabkan stres.

3)   Situasi
Situasi adalah sebuah konsepsi individual tentang suatu kejadian atau kondisi di mana individu berada pada suatu waktu. Situasi tidak harus selalu berhubungan dengan kenyataan yang ada, tetapi biasanya merupakan hasil dari pengenalan (cognition) dan penilaian (appraisal) yang sangat bergantung kepada setiap individu. Suatu kombinasi dari sensasi, perasaan, atau emosi tertentu dapat dirasakan sebagai situasi yang menimbulkan stres oleh seseorang tetapi tidak demikian bagi orang lain. Empat tipe situasi yang dapat menimbulkan stres adalah ancaman, fenomena rindu di saat dekat, frustrasi, dan konflik.

a)   Ancaman (Threat)
Suatu keadaan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan diri akibat kejahatan, kecelakaan, kerusakan, kehilangan, bencana, dan sebagainya, dapat dikatakan sebagai definisi dari ancaman. Sumber ancaman sangatlah banyak, tetapi persepsi tentangnya bersifat internal, tergantung kepada setiap orang. Seseorang yang mempersepsi semua keadaan tersebut sebagai ancaman bagi kenyamanan dirinya, maka dia akan mengalami stres.

b)   Frustrasi (Frustration)
Individu dikatakan frustrasi ketika dia merasakan gangguan dalam serangkaian usahanya dalam mencapai tujuan tertentu, atau dia mengalami keterlambatan dalam mencapai tujuannya. Frustrasi meliputi bahaya di masa sekarang atau masa lampau, sedangkan ancaman meliputi bahaya yang mungkin atau akan terjadi di masa yang akan datang. Frustrasi juga dapat ditimbulkan oleh gangguan sistem sirkulasi dari aktivitas biologis dalam tubuh individu. Berolahraga dapat mengurangi dampak buruk dari frustrasi. Frustrasi yang berkepanjangan dapat menimbulkan sres.

d)     Konflik (Conflict)
Konflik dapat terjadi secara interpersonal (internal) maupun intra personal. Internal konflik adalah suatu proses yang meliputi persepsi terhadap dua tujuan atau lebih yang saling bertentangan, di mana semuanya ingin dicapai secara bersamaan, tetapi hal demikian tidak mungkin melainkan haris mengorbankan sebagian untuk mencapai sebaian yang lain. Ketidakmampuan seseorang mengatasi konflik dapat menimbulkan stres.

4)      Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup meliputi keseluruhan peristiwa psikologis seorang individu selama hidupnya. Setiap peristiwa memiliki implikasi psikologis dan mungkin beberapa kejadian dapat menimbulkan stres. Pengalaman hidup dapat dibagi ke dalam tiga kategori; perubahan hidup, masa transisi kehidupan (life passages), dan krisis kehidupan (life crises). Untuk menganalisis hubungannya dengan stres, peristiwa traumatis akan lebih ditekankan.

a)   Perubahan Hidup
Perubahan hidup adalah peristiwa di mana reaksi penanganan hal penting perlu untuk dilakukan, seperti dalam hal perceraian, kecelakaan, kesibukan, dan lain-lain. Pengalaman hidup itu bersifat kumulatif, dankemampuan setiap individu untuk mengatasinya dibatasi oleh waktu. Setiap stres yang dialami oleh individu akan mengalami kemampuan beradaptasi yang dimiliki. Akumulasi sejumlah pengalaman hidup yang traumatis cenderung mempengaruhi individu kepada stres yang lebih serius baik secara fisik maupun mental.

b)   Masa Transisi Kehidupan
Dalam kehidupan individu ada saat stabil dan ada pula saat labil. Masa labil biasanya adalah masa titik balik (turning point) atau masa transisi dalam kehidupan. Masa labil ini dapat menyebabkan stres bagi sebagian individu di mana perubahan sikap yang signifikan diperlukan dalam masa ini. Di masa muda (mid-life) atau masa remaja, masalah-mnasalah baru muncul terkait dengan penggunaan waktu, masalah penemuan identitas diri, dan pembaharuan diri selalu mendesaknya. Jika remaja tidak disiapkan untuk mensikapi atau menjalani perubahan tersebut secara wajar, maka tidak sedikit di antara mereka yang mengalami stres.

c)   Krisis Kehidupan
Krisis kehidupan dapat diartikan sebagai perubahan status yang radikal dalam kehidupan seseorang. Krisis kehidupan tergantung kepada kesadaran (kognisi) dan penilaian (appraisal) setiap individu karena apa yang dilihat oleh seseorang sebagai perubahan radikal (krisis kehidupan) bisa jadi dipandang sebagai awal untuk melangkah bagi orang lain. Kemungkinan lainnya seseorang akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap kondisi-kondisi yang serupa pada waktu yang berlainan dalam hidupnya. Contoh, kehilangan pekerjaan bagi seorang remaja yang masih tinggal dengan orang tuanya mungkin bukan merupakan krisis kehidupan, akan tetapi pada saat ia telah menikah dan harus menanggung beban ekonomi, maka kehilangan pekerjaan ini akan menjadi sebuah krisis dalam kehidupannya.

5)      Keputusan Hidup
Keputusan hidup yang dimaksud di sini adalah keputusan hidup yang memiliki konsekuensi psikologis yang lama yang akan menentukan jalan hidup dan kesehatan mental individu.
Teori analisis transaksional menyatakan bahwa dalam menjalani kehidupan setiap orang akan berada pada salah satu dari posisi kehidupan sebagai berikut:
I’m not OK       -       You’re OK
I’m not OK       -       You’re not OK
I’m OK             -       You’re not OK
I’m OK             -       You’re OK (Harris, 1967 dalam Satori: 2007

Menurut Harris anak yang berumur tiga tahun sudah mulai membuat keputusan untuk memilih salah satu posisi dari empat posisi tersebut.Posisi keempat merupakan keputusan yang didasarkan pada pertimbangan rasional tentang bagaimana seseorang menghadapi kehidupannya atau mengatasi masalahnya. Hubungan interpersonal individu dapat berjalan dengan lancer atau dengan tekanan stress tergantung pada posisi kehidupan yang dijalankannya. Posisi I’m not OK  akan merintangi individu ketika berhubungan dengan yang lain, khususnya ketika orang lain terlihat dalam posisi OK. Ketika individu berada dalam posisi I’m not OK maka stres yang dirasakan akan semakin buruk karena adanya hubungan interpersonal yang tidak menyenangkan.
Bagi setiap orang, terutama bagi mereka yang selalu berhubungan dengan orang lain, posisi kehidupan ini merupakan aspek yang sangat penting, karena jika individu tidak mampu mengatur posisi tersebut secara wajar atau normal, maka individu yang bersangkutan akan cenderung mengalami stres. Tabel di bawah ini menunjukkan gambaran model dari posisi kehidupan.
0000000000000000000000000000
0000000000000000000000000000
0000000000000000000000000000
0000000000000000000000000000
You’re
OK
Not OK
I’m
OK
Healthy
Criminal
Not OK
Most common position (life scripting)
Autistic (Hopelessnes)









6)      Perilaku (Behavior)
Perilaku secara umum didefinisikan sebagai semua output dari semua tingkatan hierarki dari sistem saraf seperti sensasi, perasaan, emosi, kesadaran, penilaian, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, setiap perilaku dapat menyebabkan stress dan dapat juga merupakan akibat stress.

7)      Respons Perlawanan (Fight) dan Respons Melepaskan/Melarikan Diri (Flight)
Respons perlawanan dan melepaskan diri dapat diilustrasikan dengan gambar berikut ini.

Melepaskan diri (Flight)                                                               Melawan (Fight)
                                                                                                                                    
   ←------------------------------------------------→                                                                                                                                      

                                         Imobilitas/Diam (Immobility)

Kategori perilaku yang digambarkan dengan garis di atas meliputi perilaku agnostic (agnostic behaviour), suatu istilah utnuk sikap bermusuhan (hostile behavior) . Perilaku agnostik adalah aktivitas penyesuaian diri terhadap suatu penderitaan atau ancaman bahaya, baik yang berasal dari lingkungan sekitar, pemangsa, atau anggota spesies yang sama. Sikap menghindari bahaya merupakan perilaku bawaan yang ditemukan dalam semua jenis hewan, yang mungkin merupakan sifat dasar untuk kelangsungan hidupnya.

a)   Reaksi Perlawanan (Fight Reaction)
Reaksi perlawanan memiliki bentuk yang beragam, seperti agresi atau menyerang, perlawanan bertahan (devensive fihgting), dan sebagainya. Sikap melawan, baik dlam bentuk bertahan maupun menyerang, adalah sikap yang paling umum dilakukan terhadap suatu penderitaan atau stimulus yang menyakitkan lainnya. Pada dasarnya, semua perilaku agnostik cenderung untuk menolak pengaruh orang atau hal lain yang telah atau kelihatannya dapat menimbulkan stimulus yang menyakitkan.

b)   Reaksi Melepaskan Diri (Flight Reaction)
Reaksi melepaskan diri yang berhasil (bebas dari stimulus stres) akan mendorong untuk keluar dari stres, tetapi akan diikuti dengan perasaan marah, bersalah, cemas, gelisah, ataupun kombinasi dari perasaan-perasaan tersebut, tergantung pada kondisi, tinjauan, dan reaksi pada saat stres. Pola emosi dan efek psikologis yang dihasilkan adalah sama, baik itu oleh respons perlawanan atau respons melepaskan diri.

c)   Imobilitas/Diam (Immobility)
Imobilitas psikologis dapat berupa penolakan untuk membuat suatu keputusan (bimbang), atau ketidakmampuan membuat suatu keputusan. Dalam hal menolak untuk mengambil suatu keputusan, seseorang dengan sadar berperilaku untuk bergantung kepada orang lain, yaitu mencari bantuan orang lain untuk mengambil keputusan dan dukngan psikologis dalam bentuk saran atau bimbingan. Imobilitas psikologis meliputi interupsi siklus biologis dalam tubuh yang dapat mengakbatkan frustrasi dan hal merugikan lainnya. Imobilitas psikologis yang berkepanjangan dapat mengakibatkan perasaan ketergantungan, patologis, dan perasaan tidak berdaya.

  1. Faktor Lingkungan/Luar (Eksternal)
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, biotik, dan sosial. Masing-masing lingkungan tersebut dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini.

a.   Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi stres antara lain; cuaca (sangat panas atau sangat dingin), peristiwa alam (gempa bumi, topan, badai, banjir bandang, tanah longsor, dan sebagainya), suasana tempat kerja yang tidak nyaman, perlengkapan kerja yang tidk memadai, kekurangan air bersih, lingkungan yang kotor dan kumuh, pulusi, dan lain sebagainya.

b.   Lingkungan Biotik
Manusia modern cenderung menjadi pemangsa (prdator) bagi makhluk lainnya. Sekalipun demikian, mereka juga rentan untuk menjadi mangsa bagi yang lain. Pemangsa manusia, dewasa ini bukanlah makhluk yang besar, kuat, dan buas seperti harimau, ular, serigala, melainkan makhluk microscopic seperti; bakteri dan virus-virus yang menyebabkan timbulnya berbagai penyakit atau kerusakan pada tubuh. Para Dermatologis (ahli penyakit kulit) memperkirakan bahwa pada umumnya setiap satu sentimeter persegi kulit manusia mengandung 25.000.000 (dua puluh lima juta) organisme atau bakteri.

c.   Lingkungan Sosial
Sumber stres yang utama pada dasarnya adalah manusia itu sendiri, yaitu manusia dalam lingkungan kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan sosial yang dapat dikatakan sebagai sumber stres antara lain; Lingkungan masyarakat dengan gaya hidup modern yang cenderung indiviidual dan materialistik terutama di daerah perkotaan, lingkungan kerja (jenis pekerjaan yang monoton, tuntutan kerja yang berat, pimpinan yang bersikap sewenang-wenang, perilaku teman sejawat yang tidak menyenangkan, dan sebagainya), dan lingkungan keluarga ( ketidakharmonisan hubungan antar anggota keluarga, antara anak dan orang tua, anak yang kurang mendapat perhatian orang tua, perceraian, dan lain-lain).  

Sudrajad (2010) mengemukakan faktor-faktor penyebab stres secara umum meliputi:

1. Ancaman
Persepsi tentang adanya ancaman membuat seseorang merasa stres, baik ancaman fisik, sosial, finansial, maupun ancaman lainnya. Keadaan akan menjadi buruk bila orang yang mempersepsikan tentang adanya ancaman ini merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan tindakan apa pun yang akan bisa mengurangi ancaman tersebut.

2. Ketakutan
Ancaman bisa menimbulkan ketakutan. Ketakutan membuat orang membayangkan akan terjadinya akibat yang tidak menyenangkan, dan hal ini membuat orang menjadi stres.

3. Ketidakpastian
Saat kita merasa tidak yakin tentang sesuatu, maka kita akan sulit membuat prediksi. Akibatnya kita merasa tidak akan dapat mengendalikan situasi. Perasaan tidak mampu mengendalikan situasi akan menimbulkan ketakutan. Rasa takut menyebabkan kita merasa stres.

4. Disonansi kognitif
Bila ada kesenjangan antara apa yang kita lakukan dengan apa yang kita pikirkan, maka dikatakan bahwa kita mengalami disonansi kognitif, dan hal ini akan dirasakan sebagai stres. Sebagai contoh, bila kita merasa bahwa kita adalah orang yang baik, namun ternyata menyakiti hati orang lain, maka kita akan mengalami disonansi dan merasa stres. Disonansi kognitif juga terjadi bila kita tidak dapat menjaga komitmen. Kita yakin bahwa diri kita jujur dan tepat janji, namun adakalanya situasi/lingkungan tidak mendukung kita untuk jujur atau tepat janji. Hal ini akan membuat kita merasa stres karena kita terancam dengan sebutan tidak jujur atau tidak mampu menepati janji.

Faktor lain yang bisa menimbulkan stres adalah kehidupan sehari-hari, seperti:
1.      Kematian, baik kematian pasangan, keluarga, maupun teman
2.      Kesehatan: kecelakaan, sakit, kehamilan
3.      Kejahatan: penganiayaan seksual, perampokan, pencurian, pencopetan.
4.      Penganiayaan diri: penyalahgunaan obat, alkoholisme, melukai diri sendiri
5.      Perubahan keluarga: perpisahan, perceraian, kelahiran bayi, perkawinan.
6.      Masalah seksual
7.      Pertentangan pendapat: dengan pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, pimpinan
8.      Perubahan fisik: kurang tidur, jadual kerja baru.
9.      Tempat baru: berlibur, pindah rumah
10.  Keuangan: kekurangan uang, memiliki uang, menginvestasikan uang.
11.  Perubahan lingkungan: di sekolah, di rumah, di tempat kerja, di kota, masuk penjara.
12.  Peningkatan tanggung jawab: adanya tanggungan baru, pekerjaan baru.

Di tempat kerja, selain faktor penyebab yang bersifat umum di atas, ada 6 (enam) kelompok faktor utama penyebab stres, yaitu:
1.      Tuntutan tugas
2.      Pengendalian terhadap pegawai, yang berhubungan dengan bagaimana para pegawai melaksanakan pekerjaannya
3.      Dukungan yang didapatkan dari rekan kerja dan pimpinan
4.      Hubungan dengan rekan kerja
5.      Pemahaman pegawai tentang peran dan tanggung jawab
6.      Seberapa jauh instansi tempat bekerja berunding dengan pegawai baru.

F.   SUMBER STRES DALAM PEKERJAAN GURU
Guru merupakan jenis pekerjaan yang mulia dan merupakan unsur terpenting di dalam dunia pendidikan. Suasana fisik dan psikologis yang melingkupi kehidupan guru memiliki dampak yang besar bagi keberlangsungan pendidikan terutama proses belajar dan pembelajaran.  
Secara umum, Djalali (2002) mengemukakan bahwa sumber sres dalam pekerjaan guru dapat dikategorikan kepada dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 

1.   Faktor Internal  
Faktor internal yang dapat menyebabkan stres dalam pekerjaan guru antara lain kekurangmampuan guru yang bersangkutan dalam beradaptasi, yaitu kekurangmampuan guru dalam mengantisipasi tuntutan jaman saat ini yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Ketidakmampuan guru dalam mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini antara lain juga disebabkan oleh ketidakmampuan guru dari segi finansial. Bukan lagi suatu rahasia, bahwa untuk dapat mengikuti perkembangan di era globalisasi ini sangat diperlukan adanya perangkat-perangkat canaggih yang semuanya itu tidak akan dapat diperoleh kecuali oleh mereka yang memiliki kekuatan finansial. Sementara itu, penghasilan seorang guru tidak memunggkinkannya untuk memperoleh sarana dan melakukan hal dimaksud. Dalam hal ini, kalau tidak boleh dikatakan terlalu banyak, pada kenyataannya tidak sedikit para guru yang  ketinggalan jauh dari murid-muridnya. Kondisi demikan akan  menurunkan wibawa guru di mata muridnya; di mana hal tersebut akan menjadi sumber stres pula bagi guru yang bersangkutan. Menjadi guru karena terpaksa, padahal mereka tidak punya bakat dan minat untuk menjadi guru, merupakan sebab tersendiri munculnya stres yang dialami para guru. Sebab lainnya adalah karena motivasi menjadi guru adalah  motivasi ekstrinsik seperti untuk mendapatkan status dan imbalan finansial. Sebetulnya hal tersebut tidaklah salah, tetapi apabila yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka yang akan muncul adalah kekecewaan dan kekecewaan ini dapat menjadi sumber stres.

2.      Faktor Eksternal
Dari faktor eksternal mungkin mucul dari sistem insentif dan promosi. Gaji yang tidak memadai untuk kebutuhan hidup (kebutuhan dasar). Gaji yang tidak cukup akan menjadi sumber tekanan yang akan menyebabkan mencari jalan keluar yang justru akan menambah masalah seperti ngutang, mangkir dari pekerjaan (bolos), pindah profesi dan meningkatnya frekuensi kunjungan ke klinik. Sistem promosi yang tidak fair dan tidak transparan sangat mungkin menjadi sebab eksternal utama dari munculnya stres yang berkepanjangan bagi guru. Kondisi pekerjaan seperti perubahan kurikulum yang terlalu sering juga akan menjadi sumber stres. Kondisi murid saat ini mungkin berbeda dengan murid pada jaman dulu. Dengan gizi yang cukup, fsillitas yang cukup, banyaknya tempat menimba pengetahuan selain sekolah, tersedianya  media informasi yang canggih memungkinkan anak didik saat ini lebih cerdas dan lebih pintar daripada generasi sebelumnya. Ini akan menyebabkan dua kemungkinan, pertama guru semakin bergairah untuk mengajar atau malah bisa jadi sebaliknya yaitu menjadi sumber stres tersendiri bagi guru. Hubungan yang kurang harmonis dengan sesama guru, dengan atasan, birokrasi DIKNAS, pemerintahan yang berkompeten dalam menentukan kebijakan terkait dengan pendidikan, serta tidak adanya kemandirian dalam melakukan profesi juga menjadi sumber stres bagi para guru.

Satiori dkk (2007) dengan gaya pemaparan yang lebih lugas mengemukakan faktor-faktor penyebab stres pada diri guru sebagai berikut:
  1. Kesejahteraan hidup yang kurang terjamin, karena gaji, honor, atau penghasilan yang kurang layak, atau tidak mencukupi kehidupan sehari-hari.
2.      Iklim atau suasana kerja yang kurang nyaman atau kurang harmonis.
3.      Tempat kerja jauh dari rumah tempat tinggal, sehingga memerlukan ongkos yang cukup besar.
4.      Para siswa banyak yang tidak disiplin, keras kepala, atau nakal.
5.       Adanya kompetisi yang kurang sehat di antara kolega (antar guru-guru).
6.      Mempunyai penyakit yang kronis atau akut yang sangat mengganggu pekerjaanya.
7.      Mempunyai masalah di lingkungan keluarga sendiri yaang sulit untuk dipecahkan ( istri/suami banyak menuntut, biaya pendidikan dan kesehatah anak yang melampaui kemampuannya, salah satu anggota keluarga sakit-sakitan, cicilan rumah, ongkos kontrak rumah yang menuntut perhatian ).
8.      Kurang lancarnya atau sering terhambatnya jenjang karier ( kenaikan pangkat atau golongan ).
9.      Sering adanya potongan gaji atau honor yang diterimanya.

(Disalin dari buku Profesi Guru oleh Djam’an Satori dkk dengan modifikasi seperlunya).



DAFTAR PUSTAKA
Djalali, M. As ‘ad, 2002, Memotivasi Diri untuk Mengatasi Stres dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Guru, Banyuwangi: Tidak diterbitkan (Makalah Seminar).
Hawari, Dadang, 1977, al-Qur’an, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa
Robin, Gerald dan Richard Anson. Introduction to the Criminal Justice System, New York: Harper and Row, 1991:113-16.
Satori, Djam’an, dkk, 2007, Profesi Keguruan, Jakarta: Universitas Terbuka.
Selye, Hans, 1976, The Stress of Life. New York: McGraw-Hill.
Sudrajad, Ahmad, 2010, Mengelola Stres, akhmadsudrajat.wordpress.com
Taylor, Shelly E., 2003, Health Psychology, New York: Mc Graw-Hill.