Minggu, 29 September 2013

PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM



A.      PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha untuk memansiakan manusia. Subyek, obyek atau sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Oleh karena keberadaan manusia yang tidak dapat terlepas dari lingkungannya maka berlangsungnya proses pendidikan itu selamanya akan berkaitan erat dengan lingkungan dan akan saling mempengaruhi secara timbal balik.
Potensi-potensi manusia dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena adanya interaksi secara efektif dan efisien antara manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia. Interaksi manusia dengan lingkungannya secara efektif dan efisien yang memberikan pengalaman yang dapat mengembangkan potensi-petensi kemanusiaan itulah yang disebut pendidikan.
Interaksi manusia dengan lingkungannya dalam ruang lingkup pendidikan mengandung banyak aspek atau elemen-elemen yang sifatnya sangat kompleks. Kompleksitas elemen-elemen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam ruang lingkup pendidikan itu membentuk suatu sistem yang disebut sistem pendidikan.

B.       PENGERTIAN SISTEM
Sistem berasal bari bahasa Yunani, yakni systema yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan . Istilah sistem merupakan suatu konsep yang bersifat abstrak. Sistem dapat diartikan sebagai seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai satu tujuan.
Zahara Idris (1987) mengemukakan bahwa sistem adalah kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak acak, dan saling membantu untuk mencapai suatu hasil (produk). Sistem dapat pula diartikan sebagai suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh (Amirin: 1992). Mc. Ashan (1983) mendefinisikan sistem sebagai suatu strategi yang menyeluruh atau terencana dikomposisi oleh suatu set elemen yang harmonis, mempresentasikan kesatuan unit, masing-masing mempunyai tujuan sendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis. Sementara itu Immegart (1772) menyatakan bahwa esensi sistem merupakan suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu berelasi antara yang satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks lingkungannya.
Sebuah sistem memiliki struktur yang teratur. Sistem memiliki beberapa sub sistem, sub sistem dapat terdiri dari beberapa sub-sub-sistem, sub-sub-sistem dapat memiliki sub-sub-sub-sistem, dan seterusnya hingga sampai pada bagian yang tidak dapat dibagi lagi yang disebut komponen atau elemen. Komponen dapat pula berupa suatu sistem yang menjadi bagian dari sistem yang berada di atasnya. Komponen-komponen itu mempunyai fungsi masing-masing (fungsi yang berbeda-beda) dan satu sama lain saling berkaitan sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup. Dengan kata lain, semua komponen itu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi hingga membutuk sebuah sistem. Sebagai contoh, tubuh manusia merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang berupa kepala, perut, kaki, tangan dan sebagainya. Tiap-tiap komponen tersebut merupakan sub sistem yang memiliki komponen-komponen yang disebut sub-sub-sistem, misalnya tangan memiliki komponen-komponen seperti tulang, kulit, daging, urat, dan sebagainya. Demikianlah seterusnya sehingga sampai kepada komponen yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Tiap-tiap komponen, baik yang berupa sistem maupun yang berupa komponen yang tidak dabat dibagi-bagi lagi, kesemuanya menjalankan fungsinya masing-masing namun saling berkaitan atau saling berinteraksi satu sama lain sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan ciri-ciri umum suatu sistem sebagai berikut:
1.      Sitem merupakan satu kesatuan yang holistik
2.      Sistem memiliki bagian-bagian yang tersusun sistematis dan berhierarki
3.      Bagian-bagian sistem itu berelasi antara satu dengan lainnya
4.      Tiap-tiap bagian sistem konsen/peduli terhadap konteks lingkungannya.
Sistem sebagai strategi, cara berpikir, atau model berpikir. Demikian ini berarti cara berpikir itu dapat dibedakan menjadi cara berpikir sistematis dan cara berpikir nonsistematis. Misalnya, berpikir untuk melaksanakan ajaran agama yang menekankan pada semua aspeknya secara berimbang dan proporsional seperti pemahaman, hafalan, penghayatan, pengamalan ibadah ritual, pengamalan ibadah dalam kehidupan sehari-hari pada kehidupan bermasyarakat, dan sebagainya merupakan cara berpikir yang sistematis. Sebaliknya, jika cara berpikir untuk melaksanakan ajaran agama itu hanya menekankan pada aspek tertentu dengan menomorduakan atau bahkan mengabaikan aspek-aspek yang lain, maka cara berpikir yang demikian ini dapat dikatakan sebagai cara berpikir nonsistematis. Misalnya, mengutamakan aspek ritual dengan mengabaikan aspek sosial, mengutamakan aspek hafalan dengan mengabaikan aspek pemahaman, megutamakan aspek pengmalan dengan mengabaikan aspek pemahaman dan sebagainya. Secara konsep, cara berpikir sistematis dipandang lebih baik dari cara berpikir nonsistematis dalam melaksanakan atau menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.

C.      PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM
Segala sesuatu yang ada di dunia ini, dari yang besar hingga yang kecil, dari tata surya hingga seekor semut, dapat dipandang sebagai sistem. Apabila pandangan ditujukan pada sebuah sistem tertentu maka sistem-sistem lain di luar sistem dimaksud di pandang sebagai supra sistem. Misalnya saja kita sedang menujukan pandangan kepada pendidikan maka sistem-sistem yang lain di luar sistem pendidikan seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pasar, dan sebagainya dapat dipandang sebagai supra sistem.
Berjalannya sebuah sistem adakalanya berhubungan dengan supra sistemnya dan adakalanya tidak berhubungan dengan supra sistemnya. Apabila berjalannya sebuah sistem berhubungan dengan supra sistemnya maka sistem tersebut dinamakan sistem terbuka. Misalnya sekolah, pasar, rumah sakit, manusia (orang), sapi, tanaman, dan sebagainya. Sebaliknya, jika sebuah sistem berjalan tanpa berhubungan dengan supra sistemnya melainkan hanya berhubungan dengan komponen-komponen yang ada di dalam sistem saja maka sistem yang demikian disebut sebagai sistem tertutup. Misalnya jam, kipas angin, AC, dan sebagainya. Namun demikian perlu disadari bahwa sebenarnya tidak ada sistem yang sepenuhnya terbuka dan tidak ada pula sistem yang sepenuhnya tertutup.
Pendidikan merupakan salah satu sistem terbuka, karena pendidikan itu tidak akan dapat berjalan dengan sendirinya tanpa berhubungan dengan sistem-sistem lain di luar sistem pendidikan. Ciri-ciri pendidikan sebagai sebuah sistem terbuka antara lain:
1.      Mengimpor energi, materi, dan informasi dari luar. Pendidikan mendatangkan pengajar, uang, alat-alat belajar, para peserta didik, dan sebagainya dari luar lembaga pendidikan.
2.      Memiliki pemroses. Pendidikan memproses peserta didik dalam aktivitas belajar dan pembelajaran.
3.      Menghasilkan output atau mengekspor energi, materi, dan informasi.
4.      Merupakan kejadian yang berantai. Memproses peserta didik (input pendidikan) merupakan kegiatan yang beruang-ulang dan saling berkaitan.
5.      Memiliki negative entroppy, yaitu suatu usaha untuk menahan kepunahan dengan cara membuat impor lebih besar dari pada ekspor. Dalam pendidikan hal ini dilakukan dengan cara mengantisipasi perubahan lingkungan dan memperbaiki kerusakan.
6.      Memiliki alur informasi sebagai umpan balik untuk memperbaiki diri.Segala informasi yang terkait dengan pendidikan dimanfaatkan oleh penyelenggara pendidikan untuk mengambil keputusan dalam rangka mempertahankan dan memperbaiki pendidikan.
7.      Ada kestabilan yang dinamis. Pendidikan selalu dinamis mencari yang baru, memperbaiki diri, memajukan diri agar tidak ketinggalan zaman, bahkan berusaha mengantisipasi dan menyongsong masa depan.
8.      Memiliki deferensiasi, yakni spesialisasi-spesialisasi. Dalam organisasi pendidikan ada bagian pengajaran, keuangan, kepegawaian, kesiswaan/ kemahasiswaan dan sebagainya. Masing-masing bagian ini masih dapat dipilah-pilah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi.
9.      Ada prinsip equifinalty, yaitu banyak jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Para pendidik boleh berkreasi menciptakan cara-cara baru yang lebih baik dalam usaha memajukan pendidikan.

D.      FAKTOR-FAKTOR (SUPRASISTEM) YANG MEMPENGARUHI PEDIDIKAN
Sebagimana telah dikemukakan, pendidikan dikatakan sebagai sistem terbuka karena tidak mungkin sebuah sistem pendidikan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik apabila pendidikan itu tidak menjalin hubungan dengan lingkungannya (supra sistemnya) terlebih lagi bila jika pendidikan itu mengisolasi diri dari lingkungannya. Pendidikan itu ada di tengah-tengah masyarakat dan ia adalah milik masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah/ sekolah, orang tua, dan masyarakat.Oleh karena keberadaan pendidikan yang seperti itu maka apa yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat akan berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan adalah sebagai berikut:
1.      Filsafat negara
2.      Agama
3.      Sosial
4.      Budaya
5.      Ekonomi
6.      Politik
7.      Demografi
Ketujuh faktor tersebut merupakan supra sistem dari sistem pendidikan. Pendidikan sebagai suatu sistem berada bersama, terikat, dan berada dalam tekanan supra sistemnya. Pendidikan tidak mungkin selalu mendahului gerak ketujuh sistem yang berada dilingkungannya. Namun demikian, jika pendidikan hanya menyesuaikan diri atau menjadi pengikut setia dari supra sistem atau faktor-faktor tersebut maka pendidikan akan selalu berada di belakang tanpa kreativitas dan tanpa inisiatif apapun. Oleh karena itu, di samping mengikuti kemauan atau tekanan faktor-faktor yang ada dalam lingkungannya, pendidikan hendaknya dapat melakukan antisipasi terhadap arah gerak faktor-faktor luar atau supra sistemnya. Antisipasi ini dapat menjadi dasar untuk mengadakan pembaharuan di dalam tubuh pendidikan itu sendiri. Dengan demikian pendidikan tampak memiliki kreasi dan inisiatif yang bisa ditunjukkan kepada faktor-faktor luar (supra sistemnya) dan sekaligus dapat berfungsi sebagai mercusuar terhadap lingkungannya sehingga pendidikan dapat menjadi penerang, contoh, dan teladan bagi lingkungannya.

E.       LEMBAGA PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa sebuah sistem memiliki sejumlah komponen dan tiap-tiap komponen disebut sebagai sub-sistem. Ketika pendidikan dipandang sebagai suatu sistem, maka lembaga pendidikan berkedudukan sebagai salah satu sub-sistem dari sistem pendidikan. Selanjutnya, jika lembaga pendidikan itu dipandang sebagai sistem yang berdiri sendiri, maka ia memiliki sejumlah komponen yang menjadi sub-sistemnya. Sistem sekolah atau perguruan tinggi (lembaga pendidikan) secara garis besar memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
1.      Subsistem tujuan
2.      Subsistem manajemen
3.      Subsistem prosesing peserta didik
4.      Subsistem lingkungan
Selanjutnya apabila lembaga atau organisasi pendidikan dipandang sebagai instrumen untuk memproses peserta didik  maka ia akan memiliki subsistem dan sub-subsistem sebagai berikut:
1.      Subsistem perangkat lunak yang mencakup:
a.         Sub-subsistem manajemen
b.         Sub-subsistem struktur
c.         Sub-subsistem teknik
d.        Sub-subsistem bahan pelajaran
e.         Sub-subsistem informasi
2.      Subsistem perangkat keras yang mencakup:
a.       Sub-subsistem prasarana, seperti jalan, lapangan olah raga, dan halaman sekolah
b.      Sub-subsistem sarana/fasilitas, seperti gedung, laboratorium, perpustakaan, media pembelajaran, alat-alat belajar, alat-alat peraga  
c.       Sub-subsistem biaya
d.      Sub-subsistem personalia (orang) yang mencakup pengelola, pengawas, pendidik, pelatih, pembimbing, dan tenaga-tenaga penunjang pendidikan lainnya.
Jika manajemen lembaga pendidikan (skolah/perguruan tinggi) dipandang sebagai sistem, maka akan memiliki subsistem-subsistem sebagai berikut:
1.      Subsistem struktur, yang menyangkut unit kerja, deskripsi tugas, persyaratan kemampuan/keterampilan, teman kerja, tim, dan atasan
2.      Subsistem teknik, terdiri dari teknik memproses peserta didik atau proses belajar dan pembelajaran dan teknik tata kerja administrasi atau ketatausahaan
3.      Subsistem personalia yang menyangkut semua kegiatan bertalian dengan personalia, memotivasi, kepangkatan, kesejahteraan, dan pembinaan profesi
4.      Subsistem informasi yang mencakup menjaring informasi, menganalisis informasi, dan menyimpan semua informasi yang bertalian dengan pendidikan
5.      Subsistem lingkungan (HUMAS), ialah bagian yang menangani kerjasama antara lembaga dengan lingkungan atau masyarakat.
Apabila lembaga pendidikan (sekolah/perguruan tinggi) dipandang sebagai sistem pengembangan peserta didik, maka akan memiliki subsistem-subsistem sebagai berikut:
  1. Subsistem input (peserta didik yang baru masuk)
  2. Subsistem proses (proses pembelajaran)
  3. Subsistem output (lulusan)
Apabila proses belajar dan pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, maka akan akan memiliki subsistem-subsistem sebagai berikut:
1.      Subsistem materi pembelajaran
2.      Subsistem metode pembelajaran
3.      Subsistem alat dan media pembelajaran
4.      Subsistem lingkungan pembelajaran 
5.      Subsistem manajemen dan administrasi kelas
6.      Subsistem siswa/mahasiswa
7.      Subsistem pendidik
8.      Subsistem pengawas atau supervisor
9.      Subsistem evaluasi dan umpan balik

F.       ANALISIS SISTEM DALAM PENDIDIKAN
Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan pencapaian tujuanpendidikan secara efektif dan efisien. Prinsip utama penggunaan analisis sistem dipersyaratkan dalam menangani permasalahan pendidikan agar para pelaksana pendidikan berpikir secara sistematis, yakni memperhitungkan segenap komponen pendidikan dalam menangani permasalahan pendidikan. Cara demikian diperlukan agar setelah melihat adanya suatu alternatif tidak terburu-buru mengambil keputusan dengan menganggap atau menetapkan bahwa alternatif tersebut merupakan satu-satunya yang dapat digunakan. Jika seorang guru mendapati siswanya sering tidak hadir, tidak seharusnya sang guru langsung menetapkan pemecahan masalah dengan hukuman karena siswa tersebut dianggap pemalas. Anggapan bahwa hukuman tersebut merupakan satu-satunya cara atau alternatif yang paling ampuh disertai pelaksanaan hukuman yang terkesan terburu-buru, maka cara pemecahan masalah yang demikian itu sangatlah tidak bijaksana karena tidak didasarkan pada cara pemecahan masalah yang sistematis. Guru yang menempuh pendekatan sistematis (menyeluruh, terstruktur, teratur, dan terukur) baru mengambil keputusan setelah lebih dulu melacak semua hal yang diperkirakan menjadi penyebab terjadinya suatu masalah atau peristiwa. Terkait dengan permasalahan tersebut, patut diduga bahwa siswa yang bersangkutan memang benar-benar pemalas (komponen murid), atau ada guru yang tidak disukainya sehingga menimbulkan keengganan untuk belajar (komponen guru), atau ada sejumlah mata pelajaran tidak disukai sehingga enggan mempelajarinya (komponen kurikulum), atau karena ada sebab-sebab lain yang terdapat di lingkungan sekolah sehingga menimbulkan keengganan untuk hadir dan belajar di sekolah.
Semua hal sebagaimana tersebut patut diduga dan perlu ditelusuri agar guru dapat mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan porsi dan proporsinya dalam mengmbil tindakan untuk memecahkan masalah. Misalnya saja, jika dari penelusuran ditemukan bahwa penyebab ketidkhadiran siswa adalah tugas-tugas rumah tangga yang terlalu banyak dari keluarga di mana siswa menumpang, maka pemecahan masalah yang tepat tidak dengan hukuman melainkan melakukan pendekatan kepada keluarga yang ditumpangi siswa dan memberikan pengertian agar keluarga tersebut memberikan waktu yang cukup untuk belajar kepada siswa  yang bersangkutan.
Gambaran sebagaimana tersebut di atas menunjukkan bahwa untuk dapat memecahkan masalah pendidikan, berbagai komponen dalam pendidikan perlu dikenali secara tuntas agar dapat ditemukan komponen mana yang bermasalah dan perlu dibenahi atau dikembangkan sehingga segenap komponen dapat berfungsi secara maksimal. Bila semua komponen sudah baik, mungkin saja hubungan antar komponen yang bermasalah. Jika demikian halnya, maka yang perlu diperbaiki adalah hubungan antar komponen, sementara itu komponen-komponennya sendiri belum memerlukan perbaikan. Jika tujuan sistem tidak tercapai sepenuhnya, maka hal-hal yang perlu diusahakan antara lain; menemukan komponen yang mengandung kelemahan, menemukan hubungan antar komponen yang mengandung kelemahan, dan memperbaiki komponen atau hubungan antar komponen yang mengandung kelemahan. Demikian inilah cara berfikir sistematis dalam memecahkan masalah, dan inilah arti efisiensi serta efektifitas analisis sistem.
Dalam situasi tertentu, bukanlah hal yang mustahil jika analisis sistem terhadap permasalahan pendidikan membuahkan keputusan tentang perlunya dilakukan perombakan sistem secara total. Misalnya, jika komponen-komponen pokok sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan umum situasi dan hubungan antar komponen tidak lagi berjalan dengan baik. Dalam situasi seperti ini secara keseluruhan sistem harus diganti karena perbaikan terhadap komponen-komponen tertentu akan berarti pemborosan yang amat sangat.
Penggunaan analisis sistem merupakan strategi yang sangat baik untuk memecahkan berbagai permasalahan pendidikan. Analisis sistem tidak sja berguna untuk memecahkan permasalahan pendidikan yang bersifat mikro meleinkan juga sangat berguna ntuk memecahkan permasalahan pendidikan yang bersifat makro.

G.      KESIMPULAN
Pendidikan merupakan sistem terbuka dimana berjalannya sistem pendidikan tidak hanya dipengruhi oleh faktor-faktor internal melainkan juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal sebagai supra sistemnya. Sebagai komponen dari sistem kehidupan yang bersifat makro, di samping harus mengikuti kemauan atau tekanan faktor-faktor yang ada dalam di dalam sistemnya sendiri, pendidikan harus mampu melakukan antisipasi terhadap arah gerak faktor-faktor luar atau supra sistemnya yang dapat menjadi dasar untuk mengadakan pembaharuan di dalam tubuh pendidikan itu sendiri. Pendidikan hendaknya memiliki kreasi dan inisiatif yang bisa ditunjukkan kepada supra sistemnya dan sekaligus dapat berfungsi sebagai mercusuar terhadap lingkungannya sehingga pendidikan dapat menjadi penerang, contoh, dan teladan bagi lingkungannya.
Sebagai suatu sistem, pendidikan memiliki komponen-komponen yang sangat kompleks dan saling terkait serta berelasi satu sama lain. Penggunaan analisis sistem merupakan cara yang tepat untuk memecahkan berbagai permasalahan pendidikan. Prinsip utama penggunaan analisis sistem adalah berpikir secara sistematis, yakni memperhitungkan segenap komponen dalam menangani permasalahan pendidikan.


REFERENSI
Amirin, Tatang M., 1992, Pokok-pokok Teori Sistem, Jakarta: Rajawali Pers
Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana.
Immegart, Glenn L dan Francis J. Pilecki, 1972, An Intoduction to Systems for to Educational Administrator, California: Addison Wesley Publishing Company.
Mc. Ashan, H.H., 1983, Comprehensive Planning for School Administrations, USA: Advocate Publishing Group.
Pidarta, Made, 2007, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar dan. S.L. La Sulo, 2005. Pengantar Pendidikan”, Penerbit Rineksa Cipta Jakarta.