A.
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah usaha untuk memansiakan manusia. Subyek, obyek atau sasaran pendidikan
adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuhkembangkan
potensi-potensi kemanusiaannya. Oleh karena keberadaan manusia yang tidak dapat
terlepas dari lingkungannya maka berlangsungnya proses pendidikan itu selamanya
akan berkaitan erat dengan lingkungan dan akan saling mempengaruhi secara
timbal balik.
Potensi-potensi
manusia dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena
adanya interaksi secara efektif dan efisien antara manusia dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial manusia.
Interaksi manusia dengan lingkungannya secara efektif dan efisien yang memberikan
pengalaman yang dapat mengembangkan potensi-petensi kemanusiaan itulah yang
disebut pendidikan.
Interaksi
manusia dengan lingkungannya dalam ruang lingkup pendidikan mengandung banyak
aspek atau elemen-elemen yang sifatnya sangat kompleks. Kompleksitas
elemen-elemen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam ruang
lingkup pendidikan itu membentuk suatu sistem yang disebut sistem pendidikan.
B.
PENGERTIAN SISTEM
Sistem berasal bari bahasa Yunani, yakni systema yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu
keseluruhan . Istilah sistem merupakan suatu
konsep yang bersifat abstrak. Sistem dapat
diartikan sebagai seperangkat komponen atau
unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai satu tujuan.
Zahara Idris (1987) mengemukakan bahwa sistem adalah kesatuan yang terdiri
atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai
sumber-sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak acak, dan saling membantu untuk mencapai suatu hasil (produk). Sistem
dapat pula diartikan sebagai suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau
bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau
utuh (Amirin: 1992). Mc. Ashan (1983) mendefinisikan sistem sebagai suatu
strategi yang menyeluruh atau terencana dikomposisi oleh suatu set elemen yang
harmonis, mempresentasikan kesatuan unit, masing-masing mempunyai tujuan
sendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang logis. Sementara itu
Immegart (1772) menyatakan bahwa esensi sistem merupakan suatu keseluruhan yang
memiliki bagian-bagian yang tersusun secara sistematis, bagian-bagian itu
berelasi antara yang satu dengan yang lain, serta peduli terhadap konteks
lingkungannya.
Sebuah sistem memiliki struktur yang
teratur. Sistem memiliki beberapa sub sistem, sub sistem dapat terdiri dari
beberapa sub-sub-sistem, sub-sub-sistem dapat memiliki sub-sub-sub-sistem, dan
seterusnya hingga sampai pada bagian yang tidak dapat dibagi lagi yang disebut
komponen atau elemen. Komponen dapat pula berupa suatu sistem yang menjadi
bagian dari sistem yang berada di atasnya. Komponen-komponen itu mempunyai
fungsi masing-masing (fungsi yang berbeda-beda) dan satu sama lain saling
berkaitan sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup. Dengan kata lain, semua
komponen itu saling berinteraksi dan saling mempengaruhi hingga membutuk sebuah
sistem. Sebagai contoh, tubuh manusia
merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-komponen yang berupa
kepala, perut, kaki,
tangan dan sebagainya. Tiap-tiap komponen tersebut merupakan sub sistem yang
memiliki komponen-komponen yang disebut sub-sub-sistem, misalnya tangan
memiliki komponen-komponen seperti tulang, kulit, daging, urat, dan sebagainya.
Demikianlah seterusnya sehingga sampai kepada komponen yang tidak dapat
dibagi-bagi lagi. Tiap-tiap komponen, baik yang berupa sistem maupun yang
berupa komponen yang tidak dabat dibagi-bagi lagi, kesemuanya menjalankan
fungsinya masing-masing namun saling berkaitan atau saling berinteraksi satu
sama lain sehingga merupakan suatu kesatuan yang hidup.
Berdasarkan uraian diatas dapat
dikemukakan ciri-ciri umum suatu sistem sebagai berikut:
1. Sitem
merupakan satu kesatuan yang holistik
2. Sistem
memiliki bagian-bagian yang tersusun sistematis dan berhierarki
3. Bagian-bagian
sistem itu berelasi antara satu dengan lainnya
4. Tiap-tiap
bagian sistem konsen/peduli terhadap konteks lingkungannya.
Sistem sebagai strategi, cara
berpikir, atau model berpikir. Demikian ini berarti cara berpikir itu dapat
dibedakan menjadi cara berpikir sistematis dan cara berpikir nonsistematis.
Misalnya, berpikir untuk melaksanakan ajaran agama yang menekankan pada semua
aspeknya secara berimbang dan proporsional seperti pemahaman, hafalan,
penghayatan, pengamalan ibadah ritual, pengamalan ibadah dalam kehidupan
sehari-hari pada kehidupan bermasyarakat, dan sebagainya merupakan cara
berpikir yang sistematis. Sebaliknya, jika cara berpikir untuk melaksanakan
ajaran agama itu hanya menekankan pada aspek tertentu dengan menomorduakan atau
bahkan mengabaikan aspek-aspek yang lain, maka cara berpikir yang demikian ini
dapat dikatakan sebagai cara berpikir nonsistematis. Misalnya, mengutamakan
aspek ritual dengan mengabaikan aspek sosial, mengutamakan aspek hafalan dengan
mengabaikan aspek pemahaman, megutamakan aspek pengmalan dengan mengabaikan
aspek pemahaman dan sebagainya. Secara konsep, cara berpikir sistematis
dipandang lebih baik dari cara berpikir nonsistematis dalam melaksanakan atau
menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.
C.
PENDIDIKAN
SEBAGAI SUATU SISTEM
Segala sesuatu yang ada di dunia
ini, dari yang besar hingga yang kecil, dari tata surya hingga seekor semut,
dapat dipandang sebagai sistem. Apabila pandangan ditujukan pada sebuah sistem
tertentu maka sistem-sistem lain di luar sistem dimaksud di pandang sebagai
supra sistem. Misalnya saja kita sedang menujukan pandangan kepada pendidikan
maka sistem-sistem yang lain di luar sistem pendidikan seperti sistem politik,
sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pasar, dan sebagainya dapat dipandang
sebagai supra sistem.
Berjalannya sebuah sistem adakalanya
berhubungan dengan supra sistemnya dan adakalanya tidak berhubungan dengan
supra sistemnya. Apabila berjalannya sebuah sistem berhubungan dengan supra
sistemnya maka sistem tersebut dinamakan sistem terbuka. Misalnya sekolah,
pasar, rumah sakit, manusia (orang), sapi, tanaman, dan sebagainya. Sebaliknya,
jika sebuah sistem berjalan tanpa berhubungan dengan supra sistemnya melainkan
hanya berhubungan dengan komponen-komponen yang ada di dalam sistem saja maka
sistem yang demikian disebut sebagai sistem tertutup. Misalnya jam, kipas
angin, AC, dan sebagainya. Namun demikian perlu disadari bahwa sebenarnya tidak
ada sistem yang sepenuhnya terbuka dan tidak ada pula sistem yang sepenuhnya
tertutup.
Pendidikan merupakan salah satu
sistem terbuka, karena pendidikan itu tidak akan dapat berjalan dengan
sendirinya tanpa berhubungan dengan sistem-sistem lain di luar sistem
pendidikan. Ciri-ciri pendidikan sebagai sebuah sistem terbuka antara lain:
1. Mengimpor
energi, materi, dan informasi dari luar. Pendidikan mendatangkan pengajar,
uang, alat-alat belajar, para peserta didik, dan sebagainya dari luar lembaga
pendidikan.
2. Memiliki
pemroses. Pendidikan memproses peserta didik dalam aktivitas belajar dan
pembelajaran.
3. Menghasilkan
output atau mengekspor energi, materi, dan informasi.
4. Merupakan
kejadian yang berantai. Memproses peserta didik (input pendidikan) merupakan
kegiatan yang beruang-ulang dan saling berkaitan.
5. Memiliki negative
entroppy, yaitu suatu usaha untuk menahan kepunahan dengan cara membuat
impor lebih besar dari pada ekspor. Dalam pendidikan hal ini dilakukan dengan
cara mengantisipasi perubahan lingkungan dan memperbaiki kerusakan.
6. Memiliki
alur informasi sebagai umpan balik untuk memperbaiki diri.Segala informasi yang
terkait dengan pendidikan dimanfaatkan oleh penyelenggara pendidikan untuk
mengambil keputusan dalam rangka mempertahankan dan memperbaiki pendidikan.
7. Ada
kestabilan yang dinamis. Pendidikan selalu dinamis mencari yang baru,
memperbaiki diri, memajukan diri agar tidak ketinggalan zaman, bahkan berusaha
mengantisipasi dan menyongsong masa depan.
8. Memiliki
deferensiasi, yakni spesialisasi-spesialisasi. Dalam organisasi pendidikan ada
bagian pengajaran, keuangan, kepegawaian, kesiswaan/ kemahasiswaan dan
sebagainya. Masing-masing bagian ini masih dapat dipilah-pilah menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil lagi.
9. Ada prinsip equifinalty,
yaitu banyak jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Para pendidik boleh
berkreasi menciptakan cara-cara baru yang lebih baik dalam usaha memajukan
pendidikan.
D.
FAKTOR-FAKTOR
(SUPRASISTEM) YANG MEMPENGARUHI PEDIDIKAN
Sebagimana telah dikemukakan,
pendidikan dikatakan sebagai sistem terbuka karena tidak mungkin sebuah sistem
pendidikan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik apabila pendidikan itu
tidak menjalin hubungan dengan lingkungannya (supra sistemnya) terlebih lagi
bila jika pendidikan itu mengisolasi diri dari lingkungannya. Pendidikan itu
ada di tengah-tengah masyarakat dan ia adalah milik masyarakat. Pendidikan
merupakan tanggung jawab pemerintah/ sekolah, orang tua, dan masyarakat.Oleh
karena keberadaan pendidikan yang seperti itu maka apa yang berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat akan berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Filsafat
negara
2. Agama
3. Sosial
4. Budaya
5. Ekonomi
6. Politik
7. Demografi
Ketujuh faktor tersebut merupakan
supra sistem dari sistem pendidikan. Pendidikan sebagai suatu sistem berada
bersama, terikat, dan berada dalam tekanan supra sistemnya. Pendidikan tidak
mungkin selalu mendahului gerak ketujuh sistem yang berada dilingkungannya.
Namun demikian, jika pendidikan hanya menyesuaikan diri atau menjadi pengikut
setia dari supra sistem atau faktor-faktor tersebut maka pendidikan akan selalu
berada di belakang tanpa kreativitas dan tanpa inisiatif apapun. Oleh karena
itu, di samping mengikuti kemauan atau tekanan faktor-faktor yang ada dalam
lingkungannya, pendidikan hendaknya dapat melakukan antisipasi terhadap arah
gerak faktor-faktor luar atau supra sistemnya. Antisipasi ini dapat menjadi
dasar untuk mengadakan pembaharuan di dalam tubuh pendidikan itu sendiri.
Dengan demikian pendidikan tampak memiliki kreasi dan inisiatif yang bisa
ditunjukkan kepada faktor-faktor luar (supra sistemnya) dan sekaligus dapat
berfungsi sebagai mercusuar terhadap lingkungannya sehingga pendidikan dapat
menjadi penerang, contoh, dan teladan bagi lingkungannya.
E.
LEMBAGA
PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM
Pada bagian terdahulu telah
dijelaskan bahwa sebuah sistem memiliki sejumlah komponen dan tiap-tiap
komponen disebut sebagai sub-sistem. Ketika pendidikan dipandang sebagai suatu
sistem, maka lembaga pendidikan berkedudukan sebagai salah satu sub-sistem dari
sistem pendidikan. Selanjutnya, jika lembaga pendidikan itu dipandang sebagai
sistem yang berdiri sendiri, maka ia memiliki sejumlah komponen yang menjadi
sub-sistemnya. Sistem sekolah atau perguruan tinggi (lembaga pendidikan) secara
garis besar memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
1. Subsistem
tujuan
2. Subsistem
manajemen
3. Subsistem
prosesing peserta didik
4. Subsistem
lingkungan
Selanjutnya apabila lembaga atau
organisasi pendidikan dipandang sebagai instrumen untuk memproses peserta
didik maka ia akan memiliki subsistem
dan sub-subsistem sebagai berikut:
1. Subsistem
perangkat lunak yang mencakup:
a.
Sub-subsistem manajemen
b.
Sub-subsistem struktur
c.
Sub-subsistem teknik
d.
Sub-subsistem bahan pelajaran
e.
Sub-subsistem informasi
2. Subsistem
perangkat keras yang mencakup:
a.
Sub-subsistem prasarana, seperti
jalan, lapangan olah raga, dan halaman sekolah
b.
Sub-subsistem sarana/fasilitas,
seperti gedung, laboratorium, perpustakaan, media pembelajaran, alat-alat
belajar, alat-alat peraga
c.
Sub-subsistem biaya
d.
Sub-subsistem personalia (orang)
yang mencakup pengelola, pengawas, pendidik, pelatih, pembimbing, dan
tenaga-tenaga penunjang pendidikan lainnya.
Jika manajemen lembaga pendidikan
(skolah/perguruan tinggi) dipandang sebagai sistem, maka akan memiliki
subsistem-subsistem sebagai berikut:
1. Subsistem
struktur, yang menyangkut unit kerja, deskripsi tugas, persyaratan
kemampuan/keterampilan, teman kerja, tim, dan atasan
2. Subsistem
teknik, terdiri dari teknik memproses peserta didik atau proses belajar dan
pembelajaran dan teknik tata kerja administrasi atau ketatausahaan
3. Subsistem
personalia yang menyangkut semua kegiatan bertalian dengan personalia,
memotivasi, kepangkatan, kesejahteraan, dan pembinaan profesi
4. Subsistem
informasi yang mencakup menjaring informasi, menganalisis informasi, dan
menyimpan semua informasi yang bertalian dengan pendidikan
5. Subsistem
lingkungan (HUMAS), ialah bagian yang menangani kerjasama antara lembaga dengan
lingkungan atau masyarakat.
Apabila lembaga pendidikan
(sekolah/perguruan tinggi) dipandang sebagai sistem pengembangan peserta didik,
maka akan memiliki subsistem-subsistem sebagai berikut:
- Subsistem input (peserta didik yang baru masuk)
- Subsistem proses (proses pembelajaran)
- Subsistem output (lulusan)
Apabila proses belajar dan
pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, maka akan akan memiliki
subsistem-subsistem sebagai berikut:
1. Subsistem
materi pembelajaran
2. Subsistem
metode pembelajaran
3. Subsistem
alat dan media pembelajaran
4. Subsistem
lingkungan pembelajaran
5. Subsistem
manajemen dan administrasi kelas
6. Subsistem
siswa/mahasiswa
7. Subsistem
pendidik
8. Subsistem
pengawas atau supervisor
9. Subsistem
evaluasi dan umpan balik
F.
ANALISIS
SISTEM DALAM PENDIDIKAN
Penggunaan analisis sistem dalam
pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan pencapaian tujuanpendidikan secara
efektif dan efisien. Prinsip utama penggunaan analisis sistem dipersyaratkan
dalam menangani permasalahan pendidikan agar para pelaksana pendidikan berpikir
secara sistematis, yakni memperhitungkan segenap komponen pendidikan dalam menangani
permasalahan pendidikan. Cara demikian diperlukan agar setelah melihat adanya
suatu alternatif tidak terburu-buru mengambil keputusan dengan menganggap atau
menetapkan bahwa alternatif tersebut merupakan satu-satunya yang dapat
digunakan. Jika seorang guru mendapati siswanya sering tidak hadir, tidak
seharusnya sang guru langsung menetapkan pemecahan masalah dengan hukuman
karena siswa tersebut dianggap pemalas. Anggapan bahwa hukuman tersebut
merupakan satu-satunya cara atau alternatif yang paling ampuh disertai
pelaksanaan hukuman yang terkesan terburu-buru, maka cara pemecahan masalah
yang demikian itu sangatlah tidak bijaksana karena tidak didasarkan pada cara
pemecahan masalah yang sistematis. Guru yang menempuh pendekatan sistematis
(menyeluruh, terstruktur, teratur, dan terukur) baru mengambil keputusan
setelah lebih dulu melacak semua hal yang diperkirakan menjadi penyebab terjadinya
suatu masalah atau peristiwa. Terkait dengan permasalahan tersebut, patut
diduga bahwa siswa yang bersangkutan memang benar-benar pemalas (komponen
murid), atau ada guru yang tidak disukainya sehingga menimbulkan keengganan
untuk belajar (komponen guru), atau ada sejumlah mata pelajaran tidak disukai
sehingga enggan mempelajarinya (komponen kurikulum), atau karena ada
sebab-sebab lain yang terdapat di lingkungan sekolah sehingga menimbulkan
keengganan untuk hadir dan belajar di sekolah.
Semua hal sebagaimana tersebut patut
diduga dan perlu ditelusuri agar guru dapat mengambil keputusan yang tepat
sesuai dengan porsi dan proporsinya dalam mengmbil tindakan untuk memecahkan
masalah. Misalnya saja, jika dari penelusuran ditemukan bahwa penyebab
ketidkhadiran siswa adalah tugas-tugas rumah tangga yang terlalu banyak dari
keluarga di mana siswa menumpang, maka pemecahan masalah yang tepat tidak
dengan hukuman melainkan melakukan pendekatan kepada keluarga yang ditumpangi
siswa dan memberikan pengertian agar keluarga tersebut memberikan waktu yang
cukup untuk belajar kepada siswa yang
bersangkutan.
Gambaran sebagaimana tersebut di
atas menunjukkan bahwa untuk dapat memecahkan masalah pendidikan, berbagai
komponen dalam pendidikan perlu dikenali secara tuntas agar dapat ditemukan
komponen mana yang bermasalah dan perlu dibenahi atau dikembangkan sehingga
segenap komponen dapat berfungsi secara maksimal. Bila semua komponen sudah
baik, mungkin saja hubungan antar komponen yang bermasalah. Jika demikian
halnya, maka yang perlu diperbaiki adalah hubungan antar komponen, sementara
itu komponen-komponennya sendiri belum memerlukan perbaikan. Jika tujuan sistem
tidak tercapai sepenuhnya, maka hal-hal yang perlu diusahakan antara lain;
menemukan komponen yang mengandung kelemahan, menemukan hubungan antar komponen
yang mengandung kelemahan, dan memperbaiki komponen atau hubungan antar
komponen yang mengandung kelemahan. Demikian inilah cara berfikir sistematis
dalam memecahkan masalah, dan inilah arti efisiensi serta efektifitas analisis
sistem.
Dalam situasi tertentu, bukanlah hal
yang mustahil jika analisis sistem terhadap permasalahan pendidikan membuahkan
keputusan tentang perlunya dilakukan perombakan sistem secara total. Misalnya,
jika komponen-komponen pokok sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan umum
situasi dan hubungan antar komponen tidak lagi berjalan dengan baik. Dalam
situasi seperti ini secara keseluruhan sistem harus diganti karena perbaikan
terhadap komponen-komponen tertentu akan berarti pemborosan yang amat sangat.
Penggunaan analisis sistem merupakan
strategi yang sangat baik untuk memecahkan berbagai permasalahan pendidikan.
Analisis sistem tidak sja berguna untuk memecahkan permasalahan pendidikan yang
bersifat mikro meleinkan juga sangat berguna ntuk memecahkan permasalahan
pendidikan yang bersifat makro.
G.
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan sistem terbuka
dimana berjalannya sistem pendidikan tidak hanya dipengruhi oleh faktor-faktor
internal melainkan juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal sebagai
supra sistemnya. Sebagai komponen dari sistem kehidupan yang bersifat makro, di
samping harus mengikuti kemauan atau tekanan faktor-faktor yang ada dalam di
dalam sistemnya sendiri, pendidikan harus mampu melakukan antisipasi terhadap
arah gerak faktor-faktor luar atau supra sistemnya yang dapat menjadi dasar
untuk mengadakan pembaharuan di dalam tubuh pendidikan itu sendiri. Pendidikan
hendaknya memiliki kreasi dan inisiatif yang bisa ditunjukkan kepada supra
sistemnya dan sekaligus dapat berfungsi sebagai mercusuar terhadap
lingkungannya sehingga pendidikan dapat menjadi penerang, contoh, dan teladan
bagi lingkungannya.
Sebagai suatu sistem, pendidikan
memiliki komponen-komponen yang sangat kompleks dan saling terkait serta
berelasi satu sama lain. Penggunaan analisis sistem merupakan cara yang tepat
untuk memecahkan berbagai permasalahan pendidikan. Prinsip utama penggunaan
analisis sistem adalah berpikir secara sistematis, yakni memperhitungkan
segenap komponen dalam menangani permasalahan pendidikan.
REFERENSI
Amirin, Tatang M., 1992, Pokok-pokok Teori Sistem, Jakarta: Rajawali Pers
Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992.
Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana.
Immegart, Glenn L dan Francis J.
Pilecki, 1972, An Intoduction to Systems for to Educational Administrator,
California: Addison Wesley Publishing Company.
Mc. Ashan, H.H., 1983, Comprehensive
Planning for School Administrations, USA: Advocate Publishing Group.
Pidarta, Made, 2007, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtarahardja, Umar dan. S.L. La Sulo, 2005. “Pengantar Pendidikan”, Penerbit Rineksa Cipta Jakarta.