A. PENDAHULUAN
Stres merupakan fenomena
psikofisik yang bersifat manusiawi, dalam arti bahwa stres itu bersifat inheren
dalam diri setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Stress dialami
oleh setiap orang, dengan tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan,
jabatan atau status sosial ekonomi.
Stres dapat memberikan
pengaruh positif dan negative terhadap individu. Pengaruh postif yaitu
mendorong individu untuk melakukan sesuatu, membangkitkan kesadaran, dan
menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negative yaitu menimbulkan
perasaan-perasaan tidak percaya diri, penolakan, marah atau depresi dan memicu
berjangkitnya penyakitsakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi
atau stroke.
Pengaruh negative dari stres
itu, dapat dicontohkan pada kasus penolakan dan perlakuan seorang ibu yang
kasar terhadap anak, yang dapat menyebabkan stress bagi anak tersebut. Stress
anak yang berkepanjangan ternyata berpengaruh negative bagi bagi perkembangan kepribadiannya,
yaitu bersifat kurang percaya diri, dan takut melakukan sesuatu.
Walter Cannon, sekitar tahun
1931 mengemukakan bahwa manusia merespons peristiwastress dengan fisik maupun
psikis untuk mempersiapkan dirinya, apakah melawan/mengatasi atau
menghindar/melarikan diri dari stress ( fight or not fight response).
Selanjutnya dia mengatakan bahwa ketika individu memprsepsi adanya ancaman
maka tubuhnya secara cepatmereaksinya melalui system syaraf simpatetik dan
system endoktrin. Respon atau reaksi tubuh itu memobilisasi organisme untuk
menyerang atau menghindari ancaman tersebut. Cannon berpendapat bahwa
disatu sisi, respons atau reaksi fight-or not fight itu merupakan
usaha organisme untuk beradaptasi, sebab melalui reaksi itu organisme dapat
merespons ancamansecara tepat. Di sisi lain stres dapat merugikan organisme
karena mengganggu fungsi emosi dan fisik, serta dapat menyebabkan masalah
kesehatan setiap saat. Apabila stres tersebut terus menerus terjadi, berarti
individu akan mengalami masalah selamanya (Satori, 1977: 4.33).
B. PENGERTIAN STERS
Stress adalah bentuk
ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini
mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat
produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya,
stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental.
Dadang Hawari (1997 : 44-45)
istilah stress tidak dapat dipisahkan dari stressdan depresi karena satu sama
lainnya saling terkait. Stress merupakan reaksi fisik
terhadap permasalahan kehidupan yang dialaminya; dan apabila fungsi organ
tubuh sampai terganggu dinamakan stress. Sedangkan depresi merupakan reaksi
kejiwaan terhadap stressor yang dialaminya.Stres dapat diartikan sebagai
respons (reaksi) fisik dan psikis yang berupa perasaan tidak enak, tidak
nyaman, atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang dihadapi. Diartikan
juga reaksi fisik yang dirasakannya tidak nyaman sebagai dampak dari persepsi
yang kurang tepat terhadap sesuatu yang mengancam keselamatan dirinya, merusak
harga dirinya, menggagalkan keinginan atau kebutuhannya.
Menurut Selye (1976) stress
diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang
ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut
jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan
akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak
mampu untuk terus bertahan.
Sementara A. Baum (Shelley E.
Taylor, 2003) mengartikan stres sebagai pengalaman emosional yang negatif yang
disertai perubahan-perubahan biokimia, fisik, kognitif, dan tingkah laku yang
diarahkan untuk mengubah peristiwa stres tersebut atau mengakomodasi
dampak-dampaknya.
Robbins (2001) menyatakan
bahwa stress adalah suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam
mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat
batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan
penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun
dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Stres adalah perasaan
tidak enak, tidak nyaman, atau tertekan baik fisik maupun psikis sebagai
respon atau reaksi individu terhadap (stressor) atau stimulus yang berupa
peristiwa, objek, atau orang yang mengancam,mengganggu, membebani, atau
membahayakan keselamatan, kepentingan, keinginan, atau
kesejahteraan
hidupnya (Satori, 1977: 4.34).
Berdasarkan beberapa pengertian sebagaimana tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa stres adalah ketegangan fisik maupun psikis yang dialami
individu sebagai reaksi (respons) terhadap kondisi atau kejadian tertentu
(stimulus) yang menyebabkan ketidaknyamanan pada dirinya.
C. STRES PADA SETIAP PERIODE KEHIDUPAN
1. Stres pada Masa Bayi
Situasi stress yang umumnya
dialami bayi merupakan pengaruh lingkungan yang tidak ramah (unfamiliar),
dan adanya keharusan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
atau peraturan orang tua. Tuntutan yang harus diikuti oleh bayi itu antara
lain; menerima penyapihan dari ibunya, belajar cara makan dan mematuhi jadwal
waktunya, berlatih buang air pada tempatnya dan mencebok setelahnya (toilet
training), dan lain-lain. Kemampuan penyesuaian diri bayi terhadap tuntutan
tersebut ternyata tidak berlangsung secara otomatis, melainkan melalui proses
yang tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada proses penyesuaian diri inilah,
bayi sering mengalami stress. Factor lain yangmenyebabkan stress pada bayi
adalah sikap penolakan atau ketidaksenangan ibu, yang ditandaidengan perlakuan
ibu yang kasar, marah.
- Stres pada Masa Anak
Stres pada anak biasanya
bersumber dari keluarga, sekolah, atau teman mainnya. Stres yang bersumber dari
keluarga, seperti : kurang curahan kasih saying dari orang tua,
dan perubahan status keluarga (seperti dari serba kecukupan menjadi serba
kekurangan, atau brokenhome).
Sementara sumber stress yang
berasal dari sekolah, diantaranya : sikap dan perlakuan guru yang kasar, kurang
berhasil dalam bidang akademis, tidak naik kelas, kesulitan dalam mengerjakan
tugas-tugas dari guru dan keadaan sekolah yang kurang kondusif untuk
belajar (bising, kumuh dan kurang sehat), dan lain-lain.
3. Stress pada Masa Remaja
Ada suatu kepercayaan yang
sudah populer bahwa masa remaja merupakan masa stres dalam perjalanan hidup
seseorang. Yang menjadi sumber utama stres pada masa ini adalah konflik atau
pertentangan antara dominasi, peraturan atau tuntutan orang tua dengan
kebutuhan remaja untuk bebas, atau independen dari peraturan tersebut.
Banyak reaksi penyesuaian
remaja yang negative merupakan pernyataan dari upaya-upaya untuk mencapai
kebebasan tersebut. Gejala-gejala yang sangat umum dari kesulitan penyesuaian
diri remaja ini, diantaranya: membolos sekolah, bersikap keras kepala atau melawan,
dan berbohong.
4. Stres pada Masa Dewasa
Stres yang dialami orang
dewasa pada umumnya bersumber dari faktor-faktor kegagalan perkawinan,
ketidakharmonisan hubungan dalam keluarga, masalah nafkah hidup atau kehilangan
pekerjaan (seperti di PHK), ketidakpuasan dalam hubungan
seks, penyimpangan seksual suami istri, perselingkuhan suami istri,
keadaan hamil, menopause, gangguan kesehatan fisik, dan anak yang nakal.
D. GEJALA STRES
Kondisi stres dapat diamati
dari gejala-gejalanya, baik gejala fisik maupun psikis. Seseorang yang
mengalami stres tidak berarti harus menampakkan seluruh, bahkan satu gejala pun
sudah bisa kita curigai sebagai pertanda bahwa seseorang mengalami stres. Namun
demikian, bisa juga gejala-gejala yang tampak bukan merupakan gejala stres
melainkan indikator dari masalah lain, misalnya karena memang benar ada
gangguan kesehatan secara fisik.
Tanda-tanda fisik yang
menunjukkan gejala stres, diantaranya; sakit kepala, sakit lambung (mag),
hipertensi (darah tinggi), sakit jantung atau jantung berdebar-debar, insomnia (sulit
tidur), mudah lelah, keluar keringat dingin, kurang selera makan, dan
sering buang air kecil.
Adapun tanda-tanda psikologis
yang menunjukkan gejala stres diantaranya; gelisah atau cemas, kurang dapat
berkonsentrasi belajar atau bekerja, sikap apatis (masa bodoh), sikap
pesimis, hilang rasa humor, bungkam seribu bahasa, sering melamun, dan
sering marah-marah atau bersikap agresif (baik secara verbal, seperti : kata-kata
kasar, dan menghina; maupun non-verbal, seperti; menempeleng, menendang,
membanting pintu, dan memecahkan barang-barang).
E. SUMBER ATAU PEMICU STRES (STRESSOR)
Faktor pemicu stres dapat
berasal dari berbagai sumber, yang dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut
ini.
1. Stressor Fisik-Biologis
Stressor fisik-biologis adalah faktor peicu stres
yang berasal dari kondisi fisik-biologis yang tidak sesuai dengan keinginan dan
harapan individu. Misalnya; penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik atau
kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak cantik/ganteng,
dan postur tubuh yang di persepsi tidak ideal (seperti terlalu kecil, kurus,
pendek, atau gemuk).
2. Stressor Psikologis
Stressor psikologis merupakan faktor penyebab
stres yang berasal dari kondisi kejiwaan (psikologis) yang tidak mampu
menyesuaikan diri dan atau tidak dapat menerima kenyataan. Misalnya; negative
thingking atau berburuk sangka, frustasi (kekecewaan karena gagal
memperoleh sesuatu yang diinginkan), hasad (iri hati atau dendam), dengki, sikap
permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan yang diluar
kemampuan.
3. Stressor Sosial
Stressor Sosial adalah faktor pemicu stres yang
berasal dari kondisi lingkungan dan atau interaksi sosial.
a. Iklim kehidupan keluarga; hubungan
antaranggota keluarga yang tidak harmonis (broken home),
perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri meninggal, anak yang
nakal (seperti : suka melawan kepada orang tua, sering membolos dari sekolah,
mengkonsumsi minuman keras, dan menyalah gunakan obat-obatanterlarang), sikap
dan perlakuan orang tua yang keras, salah seorang anggota keluarga, mengidap
gangguan jiwa, dan kesulitan ekonomi keluarga.
b. Factor pekerjaan; kesulitan
mencari pekerjaan, pengangguran, kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),
perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang ridak sesuai dengan minat
dan kemampuan, dan penghasilan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari.
c. Iklim lingkungan; maraknya
kriminalitas, tawuran antar pelajar, hargakebutuhan pokok yang mahal, kurang
tersedia fasilitas air bersih yang memadai, kemarau panjang, udara yang
sangat panas/dingin, suara bising, polusis udara, lingkungan yang kotor atau
kondisi perumahan yang buruk, kemacetan lalu lintas, bertempat tinggal didaerah
banjir atau rentan tanah longsor, serta situasi kehidupan politik dan ekonomi
yang tidak stabil.
Keterkaitan antara Stressor,
respons dan dampak stress dapat dilihat pada skema berikut:
→ RESPONS EMOSI
Marah, cemas, takut,
Kehilangan semangat,
Duka cita
STRESSOR → PERSEPSI →
RESPONS FISIK
Perubahan biokimia tubuh,
Fluktuasi hormonal
→ RESPONS PERILAKU
Mencari pertolongan dan
Memecahkan masalah, atau
Berperilaku negatif
Terkait dengan pembahasan
tentang faktor-faktor yang menyebabkan stres seperti telah dikemukakan di atas
Greenwood III dan Greenwood Jr (1976: 52-109) mengemukakan bahwa tubuh manusia
merupakan sistem terbuka, yang dilengkapi dengan mekanisme homeostatik,
yaitu kecenderuangan untuk senantiasa memelihara kestabilan organisme, terutama
setelah organisme mengalami gangguan. Faktor-faktor yang mengganggu kestabilan
(stres) organisme berasal dari dalam maupun dari luar. Faktor-faktor yang
berasal dari dalam diri organisme (faktor internal) adalah faktor biologis dan
faltor psikologis, sedangkan faktor yang berasal dari luar diri organisme
(faktor eksternal) adalah faktor lingkungan. Penjelasan tentang faktor-faktor
tersebut dapat dilihat berikut ini.
1. Faktor Dalam (Internal)
a. Faktor Biologis
Stressor biologis meliputi
faktor-faktor genetika, pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan,
postur tubuh, kelelahan, penyakit, dan abnormalitas adaptasi.
1) Faktor
Genetika
Predisposisi biologis yang
menyebabkan stres adalah faktor-faktor yang berkembang sebelum kelahiran atau
komposisi genetika. Dalam kenyataan semua karakteristik biologis maupun mental
setiap individu, trmasuk kekuatan dan kelemahannya dikontrol oleh
instruksi-instruksi kode genetika tertentu dalam dirinya. Faktor predisposisi
lainnya yang menyebabkan stres adalah proses perkembangan dalam kandungan.
Apabila seorang ibu yang sedang mengandung suka mengkonsumsi alkohol,
obat-obatan (narkoba), racun, atau makanan yang menyebabkan alergi maka itu
semua akan merusak perkembangan bayi yang sedang dikandungnya. Kerusakan
perkembangan itu antara lain seperti; kelemahan tubuh, ketidakberfungsian
organ, dan tingkah laku abnormal.
2) Pengalaman Hidup
Setiap individu pasti memiliki
sejarah kehidupan atau pengalaman hidup. Pengalaman hidup merupakan proses
transisi kehidupan individu mulai dari masa anak sampai masa dewasa. Masa
transisi ini melahirkan suasana krisis atau stress pada diri individu. Contoh;
suasana yang menimbulkan stress diantaranya : 1. Pada masa anak : sakit demam,
kecelakaan dan patah tulang, dan 2. Pada masa remaja: masalah penyesuaian
terhadap perkembangan perasaan independen dan fenomena kematangan organ
seksual.
3) Tidur
Setiap orang memiliki
kebutuhan untuk tidur. Oleh karena itu, apabila ia mengalami kurangtidur atau
tidurnya kurang nyenyak maka akan berakibat kurang baik bagi dirinya, seperti; tidak
dapat berkonsentrasi, kurang semangat untuk melakukan suatu kegiatan, mudah tersinggung,
mengalami gangguan halusinasi.
4) Diet
Diet dalah makanan (foods),
atau vitamin sebagai nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Dalam hidupnya, setiap
individu membutuhkan nutrisi yang seimbang yaitu: karbohidrat, protein,vitamin,
mineral dan air. Kekurangan atau kelebihan nutrisi cenderung mempengaruhi
proses metabolisme tubuh dan mengganggu kadar gula darah yang normal sehingga
menimbulkan stress pada diri individu karena mengganggu mekanisme homeostatis
tubuh. Diet yang melebihi batas, baik yang mengurangi atau berlebihan sangat
berkontribusi terhadap penyakit tertentu, seperti sakit hati (lever), kanker,
kegemukan, dan sakit jantung (stroke).
5) Postur Tubuh
Postur tubuh merupakan fungsi
dari kerangka dan perototan tubuh secara keseluruhan. Postur tubuh yang kurang
sempurna atau tidak normal dapat merintangi keberfungsian sistem organ-organ
tubuh. Selain itu, postur yang tidak sempurna ini mempunyai pengaruh yang kurang
baik terhadap suasana psikologis individu dan kemampuan berhubungan sosialnya
dengan orang lain. Seringkali postur tubuh ini dipandang sebagai refleksi atau
ekspresi dari sikap-sikap emosional tertentu, seperti : postur tubuh yang baik
merefleksikan sikap percaya diri dan ekstroversi, sedangkan postur yang
kurang baik merefleksikan sikap kurang percaya diri atau introversi.
6) Kelelahan (fatigue)
Kelelahan merupakan suatu
kondisi di mana reseptor sensoris atau motor kehilangan kemampuan atau
kekuatan untuk merespons stimulus. Kelelahan dapat disebabkan antara lain oleh
faktor-faktor; merokok dan minuman keras yang berlebihan, istirahat
kurang, ketegangan otot yang terus menerus, anemia, sakit jantung,
atau penyakit tuberculosis. Kelelahan yang terus menerus dapat menyebabkan
gangguan tidur, ketegangan otot, kurang nafsu makan, dan berkurangnya fungsi
postur untuk melakukan suatu kegiatan.
7) Penyakit (Disease)
Penyakit merupakan suatu
gangguan fungsi atau struktur tubuh yang menyebabkan kegagalan dalam mencegah
datangnya stressor. Kemampuan organisme untuk menolak penyakit
didasarkan pada sejumlah kegiatan penyeimbang yang kompleks, yaitu proses
homeostatis ata stabilisasi dinamis yang melibatkan berbagai bagian tubuh dalam
bekerja sama satu sama lain. Apabila mekanisme homeostatis mengalami gangguan,
maka tubuh akan lebih mudah terpengaruh oleh stressor seperti
mikroba-mikroba yang menyebabkan infeksi. Dalam pandangan modern, penyakit
bukan kondisi yang hanya disebabkan oleh satu penyebab (stressor),
tetapi juga oleh lebih dari satu penyebab. Semua penyakit mengganggu ritme
biologis yang normal dan cenderung melahirkan kelelahan, pola tidur yang tidak
teratur, ketegangan otot dan gangguan lainnya.
8) Adaptasi yang Abnormal
Kemampuan beradaptasi
merupakan suatu ciri dari sistem organisme. Adaptasi merupakan modifikasi
sendiri untuk memperoleh yang diperlukan bagi kelangsungan hidup dengan cara
mengatasi kondisi-kondisi lingkungan. Terdapat tiga bentuk adaptasi yang
abnormal (maladaptasion), yaitu:
a)
Respon adaptif yang tidak memadai (hypoadaptasi),
yang mungkin berbentuk skresi yang tidak memadai dari anti hormone-hormon inflammatory,
yang melahirkan penyakit rematik, penyakit kulit, penyakit mata, dan penyakit
tulang (arthristis).
b)
Respons adaptif yang eksessif (hyperadaptasi),
yang berbentuk overproduksi hormone-hormon cortiroid, yang menyebabkan
lahirnya penyakit jantung dan ginjal.
c) Respon adaptif yang tidak
tepat, yang terdiri dari sekresi hormonal, atau respons terhadap stressor
yang di luar kebiasaan. Kondisi ini menyebabkan penyakit saraf dan mental,
gangguan seksual, penyakit pencernaan, dan kanker. Pada umumnya
penyakit-penyakit yang dialami manusia disebabkan oleh respons adaptif yang
yang abnormal dari satu atau lebih organ-organ tubuh terhadap stres. Adaptasi
yang abnormal ini dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk memberikan respons
yang normal terhadap stressor, sehingga tubuh mudah terserang stres.
b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologi yang
diduga dapat menjadi pemicu stres antara lain sebagaimana tersebut berikut ini.
1) Persepsi
Salah satu faktor yang
terlibat dalam membentuk persepsi adalah sistem panca indera. Ingatan,
motivasi, gen keturunan, dan interpretasi dari sinyal yang diterima oleh panca
indera bersatu membentuk persepsi. Dari kenyataan tersebut jelas bahwa perilaku
seseorang dapat mengontrol persepsi. Jika seseorang dapat mengendalikan
persepsi, maka ia akan memiliki kekuatan untuk mengendalkan sumber stres dengan
yakin karena kebanyakan stres (executive stres) terjadi karena apa yang
dilihat dan apa yang didengar. Yang biasa diperhatikan adalah, setiap perkataan
atau perbuatan orang lain dapat menyebabkan berbagai tingkatan stres.
Sebaliknya, yang tidak atau jarang diperhatika adalah suatu kenyataan bahwa
sumber stres sebenarnya bukan berasal dari perbuatan orang lain, melainkan
persepsi dari pengamat sendiri atas perilaku orang lain tersebut. Selama
seseorang mampu mengendalikan persepsinya sendiri, maka dia akan dapat
mengendalikan sumber stres.
2) Perasaan dan Emosi
Emosi merupakan aspek
psikologis yang kompleks dari keadaan homeostatik yang normal (normal
homeostatik) yang berawal dari suatu stimulus psikologis. Kemampuan untuk
menerima dan membedakan setiap perasaan dan emosi bukanlah bawaan sejak lahir,
melainkan hasil dari interaksi selama proses pendewasaan secara normal dan
pengalaman yang diperoleh secara bertahap. Tujuh macam emosi yang paling
berkaitan dengan stres adalah; kecemasan (keggelisahan), rasa bersalah,
kekhawatiran (ketakutan), kemarahan, kecemburuan, kesedihan dan kedukaan.
a) Kecemasan (Enxiety)
Kecemasan pada dasarnya adalah
suatu reaksi diri untuk menyadari suatu ancaman (threat) yang tidak menentu.
Gejala kecemasan ini nampak pada perubahan fisik, seperti gangguan pernapasan,
detak jantung meningkat, berkeringat, dan lain-lain. Salah satu penyebab
kecemasan adalah kesadaran akan kematian. Ketidakpastian akan hidup terkadang
juga menjadi sumber kegelisahan bagi sebagian orang. Perasaan cemas yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kekhawatiran, ketakutan, dan perilaku stres
lainnya.
b) Rasa
Bersalah dan Rasa Khawatir (Guilt and Worry)
Rasa bersalah dan cemas dapat
dikategorikan sebagai kegelisahan dengan suatu ancaman yang jelas. Rasa
bersalah ditandai dengan menurunnya kepercayaan diri, merasa dirinya tidak
berguna, buruk, atau merasa diri sebagai orang jahat. Sebagian orang akan
menyalahkan atau bahkan akan membenci dirinya sendiri. Rasa cemas juga ditandai
dengan adanya pikiran negatif akan suat hal secara berulang dan terus menerus.
Rasa bersalah berfokus kepada peristiwa yang telah terjadi, sedangkan rasa
cemas berfokus kepada peristiwa yang diharapkan. Rasa bersalah dan rasa cemas
dapat menimbulkan stres.
c) Rasa Takut (Fear)
Sama halnya dengan rasa cemas,
rasa takut berkaitan dengan peristiwa yang akan terjadi. Rasa takut merupakan
tanggapan terhadap suatu ancaman tertentu yang sudah jelas, berbeda dengan
gelisah yang merupakan tanggapan terhadap ancaman yang belum menentu
kejelasannya. Rasa takut pada manusia sangat beragam, seperti rasa takut
terhadap sakit, hukuman, kegagalan, dan sebagainya. Rasa takut yang tidak
terkendali dapat menuju kepada perilaku yang mengakibatkan stres.
d. Marah (Anger)
Marah adalah emosi yang kuat
yang ditandai dengan adanya reaksi sistem saraf yang akut dan dengan adanya
sikap melawan baik secara terang-terangan atau tersembunyi. Menahan untuk marah
dapat menyebabkan stres pada diri seseorang, baik secara emosi atau fisik.
Secara fisik seperti dapat menaikkan tekanan darah dan gangguan psikosomatis
lainnya. Seseorang yang sering marah atau sering menahan marah dapat
mengakibatkan rasa bersalah pada dirinya dan perilaku lainnya yang menunjukkan
jiwa yang stres. Menahan rasa marah berarti menghambat siklus biologi yang
secara normal berlangsung dalam tubuh, dan hal ini dapat menyebabkan frustrasi,
yang pada akhirnya mengakibatkan stres.
e. Cemburu (Jeaolusy)
Cemburu meliputi keinginan
untuk menguasai, mengendalikan, atau memperbudak seseorang sebagai rasa
kepemilikan atas orang tersebut. Cemburu dapat menimbulkan rasa cemas, takut,
gelisah, atau marah.
f. Kesedihan dan Kedukaan (Loss and
bereavement)
Sedih adalah rasa sakit atau
pilu yang diakibatkan adanya perubahan, seperti perubahan dalam hubungan
pribadi (cinta, dukungan, dan sebaginya), perubahan dalam kemampuan diri (daya
tanggap, kekuatan, dan sebagainya), perubahan dalam materi (gaji, perubahan
tempat tinggal, dan sebagainya), atau bahkan perubahan dalam perkembangan diri
(pendewasaan, promosi, kenaikan pangkat, dan sebaginya). Lebih spesifik dari
rasa sedih, duka adalah rasa sedih akan kematian seseorang. Sedih atau duka
berlebihan dapat menumbuhkan emosi yang dapat menyebabkan stres.
3) Situasi
Situasi adalah sebuah konsepsi
individual tentang suatu kejadian atau kondisi di mana individu berada pada
suatu waktu. Situasi tidak harus selalu berhubungan dengan kenyataan yang ada,
tetapi biasanya merupakan hasil dari pengenalan (cognition) dan penilaian
(appraisal) yang sangat bergantung kepada setiap individu. Suatu kombinasi dari
sensasi, perasaan, atau emosi tertentu dapat dirasakan sebagai situasi yang
menimbulkan stres oleh seseorang tetapi tidak demikian bagi orang lain. Empat
tipe situasi yang dapat menimbulkan stres adalah ancaman, fenomena rindu di
saat dekat, frustrasi, dan konflik.
a) Ancaman (Threat)
Suatu keadaan yang dapat
menimbulkan ketidaknyamanan diri akibat kejahatan, kecelakaan, kerusakan,
kehilangan, bencana, dan sebagainya, dapat dikatakan sebagai definisi dari
ancaman. Sumber ancaman sangatlah banyak, tetapi persepsi tentangnya bersifat
internal, tergantung kepada setiap orang. Seseorang yang mempersepsi semua
keadaan tersebut sebagai ancaman bagi kenyamanan dirinya, maka dia akan
mengalami stres.
b) Frustrasi (Frustration)
Individu dikatakan frustrasi
ketika dia merasakan gangguan dalam serangkaian usahanya dalam mencapai tujuan
tertentu, atau dia mengalami keterlambatan dalam mencapai tujuannya. Frustrasi
meliputi bahaya di masa sekarang atau masa lampau, sedangkan ancaman meliputi
bahaya yang mungkin atau akan terjadi di masa yang akan datang. Frustrasi juga
dapat ditimbulkan oleh gangguan sistem sirkulasi dari aktivitas biologis dalam
tubuh individu. Berolahraga dapat mengurangi dampak buruk dari frustrasi.
Frustrasi yang berkepanjangan dapat menimbulkan sres.
d) Konflik (Conflict)
Konflik dapat terjadi secara
interpersonal (internal) maupun intra personal. Internal konflik adalah suatu
proses yang meliputi persepsi terhadap dua tujuan atau lebih yang saling
bertentangan, di mana semuanya ingin dicapai secara bersamaan, tetapi hal
demikian tidak mungkin melainkan haris mengorbankan sebagian untuk mencapai
sebaian yang lain. Ketidakmampuan seseorang mengatasi konflik dapat menimbulkan
stres.
4) Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup meliputi
keseluruhan peristiwa psikologis seorang individu selama hidupnya. Setiap
peristiwa memiliki implikasi psikologis dan mungkin beberapa kejadian dapat
menimbulkan stres. Pengalaman hidup dapat dibagi ke dalam tiga kategori;
perubahan hidup, masa transisi kehidupan (life passages), dan krisis kehidupan
(life crises). Untuk menganalisis hubungannya dengan stres, peristiwa traumatis
akan lebih ditekankan.
a) Perubahan Hidup
Perubahan hidup adalah
peristiwa di mana reaksi penanganan hal penting perlu untuk dilakukan, seperti
dalam hal perceraian, kecelakaan, kesibukan, dan lain-lain. Pengalaman hidup
itu bersifat kumulatif, dankemampuan setiap individu untuk mengatasinya
dibatasi oleh waktu. Setiap stres yang dialami oleh individu akan mengalami
kemampuan beradaptasi yang dimiliki. Akumulasi sejumlah pengalaman hidup yang
traumatis cenderung mempengaruhi individu kepada stres yang lebih serius baik
secara fisik maupun mental.
b) Masa Transisi Kehidupan
Dalam kehidupan individu ada
saat stabil dan ada pula saat labil. Masa labil biasanya adalah masa titik
balik (turning point) atau masa transisi dalam kehidupan. Masa labil ini
dapat menyebabkan stres bagi sebagian individu di mana perubahan sikap yang
signifikan diperlukan dalam masa ini. Di masa muda (mid-life) atau masa
remaja, masalah-mnasalah baru muncul terkait dengan penggunaan waktu, masalah
penemuan identitas diri, dan pembaharuan diri selalu mendesaknya. Jika remaja
tidak disiapkan untuk mensikapi atau menjalani perubahan tersebut secara wajar,
maka tidak sedikit di antara mereka yang mengalami stres.
c) Krisis Kehidupan
Krisis kehidupan dapat
diartikan sebagai perubahan status yang radikal dalam kehidupan seseorang.
Krisis kehidupan tergantung kepada kesadaran (kognisi) dan penilaian (appraisal)
setiap individu karena apa yang dilihat oleh seseorang sebagai perubahan
radikal (krisis kehidupan) bisa jadi dipandang sebagai awal untuk melangkah
bagi orang lain. Kemungkinan lainnya seseorang akan memberikan reaksi yang
berbeda terhadap kondisi-kondisi yang serupa pada waktu yang berlainan dalam
hidupnya. Contoh, kehilangan pekerjaan bagi seorang remaja yang masih tinggal
dengan orang tuanya mungkin bukan merupakan krisis kehidupan, akan tetapi pada
saat ia telah menikah dan harus menanggung beban ekonomi, maka kehilangan
pekerjaan ini akan menjadi sebuah krisis dalam kehidupannya.
5) Keputusan Hidup
Keputusan hidup yang dimaksud
di sini adalah keputusan hidup yang memiliki konsekuensi psikologis yang lama
yang akan menentukan jalan hidup dan kesehatan mental individu.
Teori analisis transaksional
menyatakan bahwa dalam menjalani kehidupan setiap orang akan berada pada salah
satu dari posisi kehidupan sebagai berikut:
I’m not OK - You’re OK
I’m not OK -
You’re not OK
I’m OK -
You’re not OK
I’m OK -
You’re OK (Harris, 1967 dalam Satori: 2007
Menurut Harris anak yang berumur tiga tahun sudah mulai membuat keputusan
untuk memilih salah satu posisi dari empat posisi tersebut.Posisi keempat
merupakan keputusan yang didasarkan pada pertimbangan rasional tentang
bagaimana seseorang menghadapi kehidupannya atau mengatasi masalahnya. Hubungan interpersonal individu dapat
berjalan dengan lancer atau dengan tekanan stress tergantung pada posisi
kehidupan yang dijalankannya. Posisi I’m not OK akan merintangi individu ketika berhubungan
dengan yang lain, khususnya ketika orang lain terlihat dalam posisi OK. Ketika
individu berada dalam posisi I’m not OK maka stres yang dirasakan akan semakin
buruk karena adanya hubungan interpersonal yang tidak menyenangkan.
Bagi setiap orang, terutama
bagi mereka yang selalu berhubungan dengan orang lain, posisi kehidupan ini
merupakan aspek yang sangat penting, karena jika individu tidak mampu mengatur
posisi tersebut secara wajar atau normal, maka individu yang bersangkutan akan
cenderung mengalami stres. Tabel di bawah ini menunjukkan gambaran model dari
posisi kehidupan.
0000000000000000000000000000
0000000000000000000000000000
0000000000000000000000000000
0000000000000000000000000000
|
You’re
|
||
OK
|
Not OK
|
||
I’m
|
OK
|
Healthy
|
Criminal
|
Not OK
|
Most
common position (life scripting)
|
Autistic
(Hopelessnes)
|
6)
Perilaku (Behavior)
Perilaku secara umum didefinisikan sebagai semua output dari semua
tingkatan hierarki dari sistem saraf seperti sensasi, perasaan, emosi,
kesadaran, penilaian, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, setiap perilaku dapat menyebabkan stress dan dapat juga
merupakan akibat stress.
7) Respons Perlawanan (Fight)
dan Respons Melepaskan/Melarikan Diri (Flight)
Respons perlawanan dan
melepaskan diri dapat diilustrasikan dengan gambar berikut ini.
Melepaskan diri (Flight) Melawan (Fight)
←------------------------------------------------→
Imobilitas/Diam
(Immobility)
|
Kategori perilaku yang
digambarkan dengan garis di atas meliputi perilaku agnostic (agnostic
behaviour), suatu istilah utnuk sikap bermusuhan (hostile behavior) .
Perilaku agnostik adalah aktivitas penyesuaian diri terhadap suatu penderitaan
atau ancaman bahaya, baik yang berasal dari lingkungan sekitar, pemangsa, atau
anggota spesies yang sama. Sikap menghindari bahaya merupakan perilaku bawaan
yang ditemukan dalam semua jenis hewan, yang mungkin merupakan sifat dasar
untuk kelangsungan hidupnya.
a) Reaksi Perlawanan (Fight Reaction)
Reaksi perlawanan memiliki
bentuk yang beragam, seperti agresi atau menyerang, perlawanan bertahan (devensive
fihgting), dan sebagainya. Sikap melawan, baik dlam bentuk bertahan maupun
menyerang, adalah sikap yang paling umum dilakukan terhadap suatu penderitaan
atau stimulus yang menyakitkan lainnya. Pada dasarnya, semua perilaku agnostik
cenderung untuk menolak pengaruh orang atau hal lain yang telah atau
kelihatannya dapat menimbulkan stimulus yang menyakitkan.
b) Reaksi Melepaskan Diri (Flight Reaction)
Reaksi melepaskan diri yang
berhasil (bebas dari stimulus stres) akan mendorong untuk keluar dari stres,
tetapi akan diikuti dengan perasaan marah, bersalah, cemas, gelisah, ataupun
kombinasi dari perasaan-perasaan tersebut, tergantung pada kondisi, tinjauan,
dan reaksi pada saat stres. Pola emosi dan efek psikologis yang dihasilkan
adalah sama, baik itu oleh respons perlawanan atau respons melepaskan diri.
c) Imobilitas/Diam (Immobility)
Imobilitas psikologis dapat
berupa penolakan untuk membuat suatu keputusan (bimbang), atau ketidakmampuan
membuat suatu keputusan. Dalam hal menolak untuk mengambil suatu keputusan,
seseorang dengan sadar berperilaku untuk bergantung kepada orang lain, yaitu
mencari bantuan orang lain untuk mengambil keputusan dan dukngan psikologis
dalam bentuk saran atau bimbingan. Imobilitas psikologis meliputi interupsi
siklus biologis dalam tubuh yang dapat mengakbatkan frustrasi dan hal merugikan
lainnya. Imobilitas psikologis yang berkepanjangan dapat mengakibatkan perasaan
ketergantungan, patologis, dan perasaan tidak berdaya.
- Faktor Lingkungan/Luar (Eksternal)
Faktor lingkungan ini meliputi
lingkungan fisik, biotik, dan sosial. Masing-masing lingkungan tersebut dapat
dijelaskan sebagaimana berikut ini.
a. Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik yang
dapat mempengaruhi stres antara lain; cuaca (sangat panas atau sangat dingin),
peristiwa alam (gempa bumi, topan, badai, banjir bandang, tanah longsor, dan
sebagainya), suasana tempat kerja yang tidak nyaman, perlengkapan kerja yang
tidk memadai, kekurangan air bersih, lingkungan yang kotor dan kumuh, pulusi,
dan lain sebagainya.
b. Lingkungan Biotik
Manusia modern cenderung
menjadi pemangsa (prdator) bagi makhluk lainnya. Sekalipun demikian, mereka
juga rentan untuk menjadi mangsa bagi yang lain. Pemangsa manusia, dewasa ini
bukanlah makhluk yang besar, kuat, dan buas seperti harimau, ular, serigala,
melainkan makhluk microscopic seperti; bakteri dan virus-virus yang
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit atau kerusakan pada tubuh. Para
Dermatologis (ahli penyakit kulit) memperkirakan bahwa pada umumnya setiap satu
sentimeter persegi kulit manusia mengandung 25.000.000 (dua puluh lima juta)
organisme atau bakteri.
c. Lingkungan Sosial
Sumber stres yang utama pada
dasarnya adalah manusia itu sendiri, yaitu manusia dalam lingkungan kehidupan
sosial yang lebih luas. Lingkungan sosial yang dapat dikatakan sebagai sumber
stres antara lain; Lingkungan masyarakat dengan gaya hidup modern yang
cenderung indiviidual dan materialistik terutama di daerah perkotaan, lingkungan
kerja (jenis pekerjaan yang monoton, tuntutan kerja yang berat, pimpinan yang
bersikap sewenang-wenang, perilaku teman sejawat yang tidak menyenangkan, dan
sebagainya), dan lingkungan keluarga ( ketidakharmonisan hubungan antar anggota
keluarga, antara anak dan orang tua, anak yang kurang mendapat perhatian orang
tua, perceraian, dan lain-lain).
Sudrajad (2010) mengemukakan
faktor-faktor penyebab stres secara umum meliputi:
1.
Ancaman
Persepsi tentang
adanya ancaman membuat seseorang merasa stres, baik ancaman fisik, sosial,
finansial, maupun ancaman lainnya. Keadaan akan menjadi buruk bila orang yang
mempersepsikan tentang adanya ancaman ini merasa bahwa dirinya tidak dapat
melakukan tindakan apa pun yang akan bisa mengurangi ancaman tersebut.
2. Ketakutan
Ancaman bisa
menimbulkan ketakutan. Ketakutan membuat orang membayangkan akan terjadinya
akibat yang tidak menyenangkan, dan hal ini membuat orang menjadi stres.
3. Ketidakpastian
Saat kita merasa
tidak yakin tentang sesuatu, maka kita akan sulit membuat prediksi. Akibatnya
kita merasa tidak akan dapat mengendalikan situasi. Perasaan tidak mampu
mengendalikan situasi akan menimbulkan ketakutan. Rasa takut menyebabkan kita
merasa stres.
4. Disonansi kognitif
Bila ada
kesenjangan antara apa yang kita lakukan dengan apa yang kita pikirkan, maka
dikatakan bahwa kita mengalami disonansi kognitif, dan hal ini akan dirasakan
sebagai stres. Sebagai contoh, bila kita merasa bahwa kita adalah orang yang
baik, namun ternyata menyakiti hati orang lain, maka kita akan mengalami
disonansi dan merasa stres. Disonansi kognitif juga terjadi bila kita tidak
dapat menjaga komitmen. Kita yakin bahwa diri kita jujur dan tepat janji, namun
adakalanya situasi/lingkungan tidak mendukung kita untuk jujur atau tepat
janji. Hal ini akan membuat kita merasa stres karena kita terancam dengan
sebutan tidak jujur atau tidak mampu menepati janji.
Faktor lain yang
bisa menimbulkan stres adalah kehidupan sehari-hari, seperti:
1. Kematian, baik kematian
pasangan, keluarga, maupun teman
2.
Kesehatan: kecelakaan, sakit, kehamilan
3. Kejahatan: penganiayaan
seksual, perampokan, pencurian, pencopetan.
4. Penganiayaan diri:
penyalahgunaan obat, alkoholisme, melukai diri sendiri
5.
Perubahan keluarga: perpisahan, perceraian,
kelahiran bayi, perkawinan.
6.
Masalah seksual
7. Pertentangan pendapat:
dengan pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, pimpinan
8. Perubahan fisik: kurang
tidur, jadual kerja baru.
9.
Tempat baru: berlibur, pindah rumah
10. Keuangan: kekurangan uang,
memiliki uang, menginvestasikan uang.
11. Perubahan lingkungan: di
sekolah, di rumah, di tempat kerja, di kota, masuk penjara.
12. Peningkatan tanggung jawab:
adanya tanggungan baru, pekerjaan baru.
Di tempat kerja,
selain faktor penyebab yang bersifat umum di atas, ada 6 (enam) kelompok faktor
utama penyebab stres, yaitu:
1.
Tuntutan tugas
2. Pengendalian terhadap
pegawai, yang berhubungan dengan bagaimana para pegawai melaksanakan
pekerjaannya
3. Dukungan yang didapatkan
dari rekan kerja dan pimpinan
4.
Hubungan dengan rekan kerja
5. Pemahaman pegawai tentang
peran dan tanggung jawab
6. Seberapa jauh instansi
tempat bekerja berunding dengan pegawai baru.
F. SUMBER STRES DALAM PEKERJAAN GURU
Guru merupakan jenis pekerjaan
yang mulia dan merupakan unsur terpenting di dalam dunia pendidikan. Suasana
fisik dan psikologis yang melingkupi kehidupan guru memiliki dampak yang besar
bagi keberlangsungan pendidikan terutama proses belajar dan pembelajaran.
Secara umum,
Djalali (2002) mengemukakan bahwa sumber sres dalam pekerjaan guru dapat
dikategorikan kepada dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor
Internal
Faktor internal
yang dapat menyebabkan stres dalam pekerjaan guru antara lain kekurangmampuan
guru yang bersangkutan dalam beradaptasi, yaitu kekurangmampuan guru dalam
mengantisipasi tuntutan jaman saat ini yang ditandai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Ketidakmampuan guru dalam
mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini antara lain juga
disebabkan oleh ketidakmampuan guru dari segi finansial. Bukan lagi suatu
rahasia, bahwa untuk dapat mengikuti perkembangan di era globalisasi ini sangat
diperlukan adanya perangkat-perangkat canaggih yang semuanya itu tidak akan
dapat diperoleh kecuali oleh mereka yang memiliki kekuatan finansial. Sementara
itu, penghasilan seorang guru tidak memunggkinkannya untuk memperoleh sarana
dan melakukan hal dimaksud. Dalam hal ini, kalau tidak boleh dikatakan terlalu
banyak, pada kenyataannya tidak sedikit para guru yang ketinggalan jauh dari murid-muridnya. Kondisi
demikan akan menurunkan wibawa guru di mata muridnya; di mana hal
tersebut akan menjadi sumber stres pula bagi guru yang bersangkutan. Menjadi
guru karena terpaksa, padahal mereka tidak punya bakat dan minat untuk menjadi
guru, merupakan sebab tersendiri munculnya stres yang dialami para guru. Sebab
lainnya adalah karena motivasi menjadi guru adalah motivasi ekstrinsik
seperti untuk mendapatkan status dan imbalan finansial. Sebetulnya hal tersebut
tidaklah salah, tetapi apabila yang didapat tidak sesuai dengan yang
diharapkan, maka yang akan muncul adalah kekecewaan dan kekecewaan ini dapat
menjadi sumber stres.
2. Faktor Eksternal
Dari faktor
eksternal mungkin mucul dari sistem insentif dan promosi. Gaji yang tidak memadai
untuk kebutuhan hidup (kebutuhan dasar). Gaji yang tidak cukup akan menjadi
sumber tekanan yang akan menyebabkan mencari jalan keluar yang justru akan
menambah masalah seperti ngutang, mangkir dari pekerjaan (bolos), pindah
profesi dan meningkatnya frekuensi kunjungan ke klinik. Sistem promosi yang
tidak fair dan tidak transparan sangat mungkin menjadi sebab eksternal
utama dari munculnya stres yang berkepanjangan bagi guru. Kondisi pekerjaan
seperti perubahan kurikulum yang terlalu sering juga akan menjadi sumber stres.
Kondisi murid saat ini mungkin berbeda dengan murid pada jaman dulu. Dengan
gizi yang cukup, fsillitas yang cukup, banyaknya tempat menimba pengetahuan
selain sekolah, tersedianya media informasi yang canggih memungkinkan
anak didik saat ini lebih cerdas dan lebih pintar daripada generasi sebelumnya.
Ini akan menyebabkan dua kemungkinan, pertama guru semakin bergairah untuk
mengajar atau malah bisa jadi sebaliknya yaitu menjadi sumber stres tersendiri
bagi guru. Hubungan yang kurang harmonis dengan sesama guru, dengan atasan, birokrasi
DIKNAS, pemerintahan yang berkompeten dalam menentukan kebijakan terkait dengan
pendidikan, serta tidak adanya kemandirian dalam melakukan profesi juga menjadi
sumber stres bagi para guru.
Satiori dkk (2007)
dengan gaya pemaparan yang lebih lugas mengemukakan faktor-faktor penyebab
stres pada diri guru sebagai berikut:
- Kesejahteraan hidup yang kurang terjamin, karena gaji, honor, atau penghasilan yang kurang layak, atau tidak mencukupi kehidupan sehari-hari.
2. Iklim atau suasana kerja
yang kurang nyaman atau kurang harmonis.
3. Tempat kerja jauh dari rumah
tempat tinggal, sehingga memerlukan ongkos yang cukup besar.
4. Para siswa banyak yang tidak
disiplin, keras kepala, atau nakal.
5. Adanya kompetisi yang
kurang sehat di antara kolega (antar guru-guru).
6. Mempunyai penyakit yang
kronis atau akut yang sangat mengganggu pekerjaanya.
7. Mempunyai masalah di
lingkungan keluarga sendiri yaang sulit untuk dipecahkan ( istri/suami banyak
menuntut, biaya pendidikan dan kesehatah anak yang melampaui kemampuannya,
salah satu anggota keluarga sakit-sakitan, cicilan rumah, ongkos kontrak rumah
yang menuntut perhatian ).
8. Kurang lancarnya atau sering
terhambatnya jenjang karier ( kenaikan pangkat atau golongan ).
9. Sering adanya potongan gaji
atau honor yang diterimanya.
(Disalin dari buku Profesi Guru oleh
Djam’an Satori dkk dengan modifikasi seperlunya).
DAFTAR PUSTAKA
Djalali, M. As ‘ad, 2002, Memotivasi Diri untuk Mengatasi Stres dalam Rangka
Meningkatkan Kinerja Guru, Banyuwangi: Tidak diterbitkan (Makalah Seminar).
Hawari, Dadang, 1977, al-Qur’an, Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa
Robin, Gerald dan Richard Anson. Introduction
to the Criminal Justice System, New York: Harper and Row, 1991:113-16.
Satori,
Djam’an, dkk, 2007, Profesi Keguruan, Jakarta: Universitas Terbuka.
Selye, Hans, 1976, The Stress of Life. New
York: McGraw-Hill.
Sudrajad, Ahmad, 2010, Mengelola Stres, akhmadsudrajat.wordpress.com
Taylor, Shelly E., 2003, Health Psychology,
New York: Mc Graw-Hill.