Guru memiliki tanggung jawab
besar untuk membantu peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya secara
maksimal. Potensi yang dikembangkan tersebut tidak hanya kecerdasan dan
keterampilan belaka, melainkan menyangkut seluruh aspek kepribadian peserta
didik. Oleh karena itu seorang guru tidak cukup hanya memiliki pemahaman dan
kemampuan dalam bidang pembelajaran tetapi juga harus memiliki pemahaman dan
kemampuan dalam bidang bimbingan dan konseling. Guru yang memahami konsep-konsep
bimbingan diharapkan dapat berfungsi sebagai fasilitator perkembangan siswa,
baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, moral, maupun
spiritual. Melalui tulisan sederhana ini akan dicoba untuk mengungkap
pengertian, fungsi, azas, dan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling serta
hubungannya dengan pendidikan.
A. PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan Konseling merupakan
terjemahan dari kata-kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu guidance
dan counseling. Guidance berarti pimpinan, bimbingan, pedoman,
atau petunjuk, sedangkan counseling berarti pemberian nasehat, perembukan, atau
penyuluhan.
Pengertian secara istilah
antara lain dikemukakan oleh Sherzer dan Stone (1971: 40). Menurutnya bimbingan
merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami
diri dan lingkungannya. Sementara itu, Kartadinata (1998: 4) mengartikan
bimbingan sebagai suatu proses membantu individu untuk mencapai perkembangan
optimal.
Djumhur dan Moh. Surya,
(1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan
yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self
understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance),
kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk
merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau
kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga,
sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan”
Berdasarkan beberapa
pengertian bimbingan sebagaimana tersebut di atas, dapatlah diangkat makna
bimbingan sebagai berikut:
- Bimbingan merupakan proses yang berkelanjutan. Bahwa bimbingan dilakukan secara sistematis, disengaja, berencana, terus menerus, dan terarah kepada tujuan.
- Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan (helping, aiding, assisting, availing), maka yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi masalah, dan mengambil keputusan adalah individu terbimbing (konseli) sendiri. Pembimbing (konselor) tidak memaksakan kehendaknya tetapi berperan sebagai fasilitator bagi perkembangan individu terbimbing.
- Bantuan diberikan kepada individu yang sedang berkembang dengan segala keunikannya dengan mempertimbangkan keragaman dan keunikan individu. Tidak ada teknik bantuan yang berlaku umum, setiap individu akan dipahami dan dimaknai secara individual sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, dan masalah yang dihadapinya.
- Tujuan bimbingan adalah perkembangan optimal, yaitu perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar. Perkembangan optimal bukan semata-mata pencapaian tingkat kemampuan intelektual yang tinggi yang ditandai dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, melainkan suatu kondisi dinamik di mana individu mampu mengenal dan memahami diri, sistem nilai, dan melakukan pilihan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri (Satori, dkk, 2007: 4.3 – 4.5).
Adapun pengertian konseling, menurut Surya dan
Natawijaja (1986: 25) adalah semua bentuk hubungan antara dua orang di mana
yang seorang sebagai klien (konseli) dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan
diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya, sedangkan yang
seorang lagi bertindak sebagai konselor yang membantu konseli. Suasana hubungan
konseling (penyuluhan) ini meliputi penggunaan wawancara untuk memperoleh dan
memberikan berbagai informasi, melatih atau mengajar, meningkatkan kematangan,
dan memberikan bantuan melalui pengambilan keputusan serta usaha-usaha
penyembuhan (terapi).
Dalam hubungannya dengan
bimbingan, konseling merupakan salah satu jenis layanan bimbingan yang sering
dikatakan sebagai inti dari keseluruhan layanan bimbingan. Konseling merupakan
layanan bimbingan kepada individu dalam rangka membantu mengembangkan diri atau
memecahkan masalahnya secara perorangan atau kelompok dalam suatu pertalian
hubungan tatap muka (face to face). Dengan demikian maka dapat
dirumuskan bahwa konseling adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang
sedang mengalami suatu masalah (klien) yang bertujuan mengatasi masalah yang
dihadapi klien.
B. FUNGSI, AZAS, DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN
DAN KONSELING
1. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Dalam rangka memberikan
bantuan kepada individu, bimbingan dan konseling berfungsi untuk hal-hal
sebagai berikut :
a. Fungsi
Pemahaman.
Fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensi-potensinya) dan lingkungannya (fisik, sosial, budaya, dan agama).
Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi
dirinya secara optimal, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara
dinamis dan konstruktif.
b. Fungsi
Preventif.
Fungsi yang berkaitan dengan
upaya Pembimbing (konselor) untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah
yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya agar tidak dialami oleh
konseli. Melalui fungsi ini,
konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri
dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang
dapat digunakan adalah pelayanan pemberian informasi, dan bimbingan kelompok.
Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, misalnya bahaya minuman
keras, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan (narkoba), pergaulan bebas (free
sex), dan lain-lain.
c. Fungsi
Pengembangan.
Fungsi bimbingan dan konseling
yang bersifat lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa
berupaya untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau memfasilitasi perkembangan
konseli. Konselor dan pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas pembimbingan
berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan
secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai
tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini
antara lain pelayanan informasi, tutorial, diskusi (brain storming).
d. Fungsi Penyembuhan.
Fungsi bimbingan dan konseling
yang bersifat pemyembuhan (kuratif) ini berkaitan erat dengan upaya pemberian
bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek
pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah
konseling, dan remedial teaching.
e. Fungsi Penyaluran.
Fungsi bimbingan dan konseling
dalam membantu konseli memilih kegiatan yang sesuai dengan koseli. Misalnya
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi bagi para siswa di
sekolah, memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat,
bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Konselor perlu bekerja sama
dengan pihak-pihak lain secara internal maupun eksternal dalam melaksanakan
tugas pembibingannya.
f. Fungsi
Penyesuaian.
Fungsi bimbingan dan konseling
dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
g. Fungsi Perbaikan.
Fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir,
berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi
(memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola pikir yang sehat,
rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka
kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
h.
Fungsi Fasilitasi.
Fungsi bimbiingan dan
konseling untuk memfasilitasi (memberikan kemudahan) kepada konseli dalam
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan
seimbang pada keseluruhan aspek kepribadian konseli.
i. Fungsi
Pemeliharaan.
Fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi
kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli
agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan
produktivitas. Pelaksanaan fungsi ini dapat diwujudkan melalui program-program
yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli (Prayitno dan Amti, 2004: 194; Tohirin,
2007: 2).
2. Azas-azas Bimbingan dan
Konseling
Penyelenggaraan bimbingan dan
konseling harus memperhatikan azas-azas yang mendasari tugas-tugas pembibingan.
Keberhasilan tugas pembibingan sangat dipengaruhi oleh kemampuan konselor dalam
memenuhi azas-azas tersebut. Seorang konselor yang tidak memperhatikan
azas-azas bimbingan dan konseling akan menemui banyak hambatan atau bahkan akan
menemui kegagalan dalam melaksanakan tugas-tugas kepembibingannya (Satori, dkk, 2007: 4.8-4.11).
a. Azas
Kerahasiaan
Azas bimbingan dan konseling
yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli yang
menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui oleh orang lain. Konselor berkewajiban penuh memelihara
dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin.
b. Azas
Kesukarelaan
Azas bimbingan dan konseling
menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli mengikuti atau menjalani kegiatan/pelayanan
bimbingan yang diperlukan baginya. Konselor berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
c. Asas
Keterbukaan
Azas bimbingan dan konseling
menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bimbingan
bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan
tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi
dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Konselor berkewajiban
mengembangkan keterbukaan konseli. Keterbukaan ini amat terkait pada
terselenggaranya azas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli
yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bimbingan. Agar konseli dapat terbuka, konselor
terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
d. Azas
Kegiatan
Azas bimbingan dan konseling
yang menghendaki agar konseli yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi
secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Konselor
perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan
dan konseling yang diperuntukan baginya.
e. Azas
Kemandirian
Azas bimbingan dan konseling
yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling. Konseli sebagai sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang
mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Konselor
hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakannya bagi berkembangan kemandirian konseli.
f. Azas
Kekinian
Azas bimbingan dan konseling
menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah
permasalahan konseli dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkaitan dengan
masa depan atau kondisi masa lampau dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan
kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
g. Azas
Kedinamisan
Azas bimbingan dan konseling
yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang
sama selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke
waktu.
h. Azas
Keterpaduan
Azas bimbingan dan konseling
menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik
yang dilakukan oleh konselor maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan
terpadu. Kerja sama antara konselor dengan pihak-pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
i. Azas
Kenormatifan
Azas bimbingan dan konseling
menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada,
yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan
bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan
pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih
jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat
meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan
nilai dan norma tersebut.
j. Azas
Keahlian
Azas bimbingan dan konseling menghendaki
agar pelayanan dalam kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas
dasar kaidah-kaidah profesional. Para pelaksana pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Keprofesionalan konselor harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan kegiatan dan konseling maupun dalam
penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k. Azas
Alih Tangan Kasus
Azas bimbingan dan konseling
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli
dapat mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli.
l. Azas Tut Wuri Handayani
Azas bimbingan dan konsekling menghendaki
agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan
suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada
konseli untuk maju.
- Prinsip-prinsip Bimbingan dan Koseling
Prinsip merupakan paduan hasil
kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan
sesuatu yang dimaksudkan. Pemahaman tentang prinsip – prinsip dasar dari
bimbingan dan konseling ini sangat penting dan perlu terutama dalam penerapan
di lapangan. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari kesalahan dan
penyimpangan – penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan
konseling. Adapun prinsip – prinsip dari bimbingan dan konseling tersebut
antara lain sebagai berikut:
a. Bimbingan harus berpusat pada individu
terbimbing (konseli).
b. Masalah yang tidak dapat dipecahkan harus
diserahkan kepada individu atau lembaga yang lebih mampu dan berwenang
melakukannya.
c. Bimbingan harus dimulai dengan identifikasi
kebutuhan – kebutuhan yang dirasakan oleh konseli.
d. Bimbingan harus fleksibel sesuai dengan
situasi dan kondisi konseli.
e. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin
oleh seorang petugas yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan.
f. Harus ada penilaian yang teratur terhadap
program bimbingan yang dilaksanakan.
C. HUBUNGAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN
PENDIDIKAN
1. Bimbingan dan Konseling dalam Praktik
Pendidikan di Indonesia
Bimbingan dan konseling
merupakan komponen yang tak terpisahkan
dari komponen-komponen lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Tujuan inti
pendidikan adalah perkembagan kepribadian secara optimal dari setiap peserta
didik sebagai pribadi. Setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada
tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang. Sehubungan dengan itu, kegiatan
pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh, tidak hanya berupa kegiatan
instruksional pembelajaran, melainkan meliputi semua kegiatan yang menjamin
layanan terhadap masing-masing individu peserta didik sehingga mereka dapat
berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan sebagaimana
tersebut di atas adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian
yang baik, pembelajaran yang memadai, dan pemberian layanan kepada peserta
didik melalui bimbingan dan konseling. Dalam hubungan inilah bimbingan dan
konseling memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan, yaitu membantu
setiap pribadi peserta didik agar berkembang secara optimal. Dengan demikian
maka hasil pendidikan yang sesungguhnya akan tercermin pada pribadi-pribadi
peserta didik yang berkembang dengan baik secara akademik, psikologis, maupun
sosial.
Secara formal kedudukan bimbingan
dan konseling di Indonesia telah digariskan dalam Undang-Undang No. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta perangkat Peraturan Pemerintah,
yaitu PP. NO. 28 dan 29 tahun 1990 yang
secara eksplisit juga telah menggariskan keberadaan bimbingan dalam sistem
pendidikan nasional. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 pasal 25
dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990 pasal 27, dikemukakan bahwa: (1)
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya
menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan amsa depan. (2)
Bimbingan diberkan oleh guru pembimbing. Pengakuan formal semacam ini mengandung
arti bahwa layanan bimbingan dan konseling perlu dilaksanakn secara terprogram,
ditangani oleh orang-orang yang memiliki kemampuan di bidang itu, untuk
pendidikan saat ini dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa.
Perkembangan bimbingan dan
konseling di Indonesia dimulai dari penyelenggaraan bimbingan dan konseling di
bidang pendidikan, khususnya pendidikan formal. Kurikulum 1975 dan 1976
merupakan wadah formal bagi pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam bidang
pendidikan di sekolah. Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menyempurnakan
kurikulum menjadi kurikulum yang lebih sesuai dengan tuntutan masyarakat, yang
kemudian dikenal dengan kurikulum 1984, kemudian berkembang menjadi kurikulum
1994, selanjutnya kurikulum 2004 atau KBK dan 2006 atau KTSP, bimbingan dan
konseling semakin memiliki peran penting dalam pengembangan kompetensi, baik
kompetensi intelektual, personal, sosial, maupun vokasional.
Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menegaskan bahwa: ”Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
- Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling berikut ini berkenaan dengan tujuan, praktik, dan kaidah-kaidah umum
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah atau dalam tatanan pendidikan
pada umumnya (Satori dkk, 2007: 4.11-4.14). Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
a. Bimbingan diberikan kepada
individu/siswa/konseli yang sedang berada pada proses perkembangan. Bantuan
yang diberikan harus bertolak dari perkembangan dan kebutuhan siswa. Konselor
tidak memaksakan kehendak dan mengarahkan perkembangan siswa, melainkan
memberikan bantuan berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan masalah siswa
namun tetap berpegang pada sistem nilai kehidupan yang baik dan benar. Konselor
(Pmbimbing) bertugas membantu siswa sebagai konseli untuk memahami sistem nilai
sebagai bagian dari proses pengembangan diri.
b. Bimbingan diperuntukkan bagi semua siswa.
Bimbingan tidak hanya ditujukan kepada siswa yang bermasalah atau siswa tertentu
saja melainkan untuk semua siswa. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa
konselor perlu memahami perkembangan dan kebutuhan siswa secara keseluruhan
serta menjadikannya sebagai salah satu dasar penyusunan program bimbingan di
sekolah.
c. Bimbingan dilaksanakn dengan memperhatikan
semua segi perkembangan siswaPerkembangan siswa, baik yang bersifat fisik,
mental, sosial, emosional, moral, maupun spiritual dipandang sebagai ssatu
kesatuan yang saling berkaitan. Masalah pada satu aspek bisa saja terjadi karena
adanya masalah atau kebutuhan pada aspek perkembangan yang lain.
d. Bimbingan berdasar pada kemampuan individu
untuk menentukan pilihan. Setiap siswa memiliki kemampuan untuk menentukan
pilihannya sendiri tentang apa yang akan dia lakukan. Konselor tidak memilihkan
untuk siswa melainkan membantu mengembangkan kemampuan siswa untuk memilih dan
memberikan pemahaman bahwa setiap pilihan tentu ada konsekuensinya.
e. Bimbingan adalah bagian terpadu dari proses
pendidikan. Proses pendidikan bukanlah proses pengembangan intelektual
semata-mata, melainkan proses pengembangan seluruh aspek kepribadain siswa.
Praktik pendidikan tidak cukup dengan menyelenggarakan pembelajaran yang
terfokus pada pengembangan intelektual saja. Selain kecerdasan intelektual, aspek-aspek
perkembangan yang lain juga harus mendapat perhatian, seperti; kecerdasan
emosional, kecerdasan kinestetik, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual,
serta pengembangan nilai dan sikap.
f. Bimbingan dimaksudkan untuk membantu siswa
merealisasikan dirinya. Bantuan dalam proses bimbingan diarahkan untuk membantu
siswa memahami diri, mengarahkan diri kepada tujuan yang realistis, dan upaya
mencapai tujuan yang realistis itu sesuai dengan kemampuan diri dan peluang
untuk memperolehnya.
DAFTAR REFERENSI
Djumhur, I dan Moh. Surya, 1975,
Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Counseling), Bandung
: CV Ilmu.
Prayitno dan Erman Amti, 2004,
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta
Kartadinata, Sunaryo, 1990, Kebutuhan
akan Layanan Bimbingan di Sekolah Dasar, Bandung: IKIP Bandung.
Satori, Djam’an, dkk, 2007, Profesi
Keguruan, Jakarta: Universitas Terbuka.
Shertzer B. Dan Stone Shelly C., 1971, Fundamentals of Guidance,
New York: Houghton Mfflin Company.
Tohirin, 2007, Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar