A. PENDAHULUAN
Bimbingan dan konseling yang
dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling),
merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan. Sebagai sebuah
sistem, kehadirannya diperlukan dalam upaya pembimbingan sikap perilaku siswa
terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan dirinya menuju jenjang usia yang
lebih lanjut.
Permasalahan yang dialami oleh
para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari meski dengan proses
belajar dan pembelajaran yang sangat baik. Hal tersebut disebabkan oleh karena
sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang disebabkan oleh hal-hal di luar
sekolah. Dalam hal ini permasalahan siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja,
termasuk perilaku siswa yang tidak dapat mengatur waktu untuk mengikuti proses
belajar dan pembelajaran sesuai apa yang dibutuhkan, diatur, atau diharapkan.
Apabila para siswa tersebut belajar sesuai dengan kehendak sendiri dalam arti
tanpa aturan yang jelas, maka upaya belajar siswa tersebut tidak dapat berjalan
dengan efektif. Apalagi tantangan kehidupan sosial dewasa ini semakin kompleks,
termasuk tantangan dalam mengelola waktu. Dalam hal ini jika pengelolaan waktu
berdasarkan kesadaran sendiri maupun arahan pihak lain tidak dilakukan dengan
disiplin maka semuanya akan menjadi kacau. Demikian pula dengan kedisiplinan
siswa dalam mengikuti proses belajar dan pembelajaran yang dipadukan dengan
aktifitas lain dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah kehadiran bimbingan dan
konseling diperlukan untuk mendampingi mereka.
Tanggung jawab guru adalah
membantu peserta didik (siswa) agar dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya secara maksimal. Potensi pesrta didik yang harus dikembangkan bukan
hanya menyangkut masalah kecerdasan dan keterampilan, melainkan menyangkut
seluruh aspek kepribadian. Sehubungan dengan hal tersebut, guru tidak hanya
dituntut untuk memiliki pemahaman atau kemampuan dalam bidang belajar dan
pembelajaran tetapi juga dalam bidang bimbingan dan konseling. Senjaya (2006)
menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing
dan untuk menjadi pembimbing yang baik guru harus memiliki pemahaman tentang
anak yang sedang dibimbingnya. Dengan memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling,
guru diharapkan mampu berfungsi sebagai fasilitator perkembangan peserta didik,
baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional, sosial, maupun mental
spiritual.
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, dapat dipahami bahwa layanan bimbingan dan konseling di sekolah bukan
hanya menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling. Kehadiran dan peran
guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah sangat diperlukan agar layanan bimbingan dan konseling itu dapat berlangsung
dengan baik dan dapat membuahkan hasil maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
Pembahasan berikut akan mengurai tentang peran guru dalam penyelenggaraan
bimgingan dan konseling di sekolah, peran kepembibingan guru dalam proses
pembelajaran, dan teknik membantu siswa bermasalah.
B. PERAN GURU DALAM PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN
KONSELING DI SEKOLAH
Sebagaimana telah dikemukakan
pada bagian terdahulu, penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan
hanya menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling (guru BK) melainkan
menjadi tanggung jawab bersama semua guru, baik guru kelas maupun guru mata
pelajaran di bawah koordinasi guru bimbingan dan konseling. Sekalipun tugas dan
tanggung jawab utama guru kelas maupun guru mata pelajaran adalah menyelenggarakan
kegiatan belajar dan pembelajaran, bukan berarti dia sama sekali lepas dari kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru kelas dan guru
mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisiensi
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, bahkan dalam batas-batas tertentu
guru kelas maupun guru mata pelajaran dapat bertindak sebagai pembimbing (konselor)
bagi siswanya. Salah satu peran yang harus dijalankan oleh guru yaitu sebagai
pembimbing dan untuk menjadi pembimbing yang baik guru harus memiliki pemahaman
tentang siswa yang dibimbingnya. Lebih jauh, Makmun (2003) menyatakan bahwa
guru sebagai pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau
masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial
teaching). Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah
siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor
profesional.
Berkenaan peran guru kelas dan
guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Willis (2005) mengemukakan
bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus
manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli,
memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno dkk (2004) memerinci peran, tugas
dan tanggung jawab guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan
konseling sebagai berikut:
1. Membantu memasyarakatkan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
2. Membantu guru
pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
3. Mengalih tangankan siswa
yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru
pembimbing/konselor
4. Menerima siswa alih tangan
dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru
pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti
pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
5. Membantu mengembangkan
suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang
pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan
kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling
untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan.
7. Berpartisipasi dalam
kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8. Membantu pengumpulan
informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling
serta upaya tindak lanjutnya.
Peran guru kelas maupun guru
mata pelajaran dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling sangatlah
penting. Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah akan
sulit dicapai tanpa peran serta guru kelas ataupun guru mata pelajaran di
sekolah yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut Sardiman (2001:142) mengemukakan
sembilan peran guru yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah, yaitu:
1. Sebagai Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara
mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi
kegiatan akademik maupun umum.
2. Sebagai Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan
akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3. Sebagai Motivator, guru harus mampu merangsang dan
memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa,
menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan
terjadi dinamika di dalam proses belajar dan pembelajaran.
4. Sebagai Director, guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Sebagai Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses
belajar-mengajar.
6. Sebagai Transmitor, guru bertindak selaku penyebar
kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7. Sebagai Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8. Sebagai Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan
belajar siswa.
9. Sebagai Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai
prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya,
sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Sembilan peran guru
sebagaimana telah dikemukakan terkait erat dengan penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah. Kesulitan-kesulitan atau permasalahan yang timbul dalam
implementasi kesembilan peran tersebut pada dasarnya juga merupakan
permasalahan yang berada dalam wilayah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan
konseling. Dalam hal ini, guru kelas maupun guru mata pelajaran membutuhkan
kehadiran guru bimbingan dan konseling, sebaliknya guru bimbingan dan konseling
juga membutuhkan informasi, bantuan, dan kerja sama dengan guru kelas dan guru
mata pelajaran untuk melaksanakan tugas-tugas kepembibingannya.
C. BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PROSES BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN
Bimbingan dan konseling
merupakan salah satu unsur terpadu dalam keseluruhan program pendididikan di
lingkungan sekolah. Dengan demikian bimbingan dan konseling itu
merupakan salah satu tugas yang sebaiknya dilakukan oleh setiap pendidik (guru)
yang bertugas di sekolah. Walaupun demikian, di antara para guru banyak yang
tidak menyadari bahwa bimbingan dan konseling bagian dari tugasnya
sebagai pendidik.
Pada dasarnya peran kepembibingan
guru dalam proses belajar dan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi yang
terpadu dalam keseluruhan kompetensi pribadinya. Pribadi guru dalam hal ini
mencakup pandangan hidupnya, filsafat hidupnya, kekuatan pribadinya, pandangannya
tetang pembelajaran, termasuk pandangan dan keperduliannya tentang masalah
bimbingan.
Bimbingan dan konseling merupakan
kompetensi penyesuaian interaksioanal yang harus dimiliki guru untuk
menyesuaikan diri dengan karakterisrik siswa dalam proses belajar dan
pembelajaran. Perilaku dan perlakuan guru terhadap siswa merupakan salah satu unsur
penting yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar dan pembelajaran dan oleh karena itu guru harus dapat menerapkan
fungsi bimbingan di dalamnya.
Peran kepembibingan guru dalam
proses belajar dan pembelajaran menurut Satori dkk (2007) dapat diaplikasikan
pada layanan bimbingan di sekolah yang dapat digolongkan menjadi empat macam,
yaitu: bimbingan belajar, bimbingan pribadi, bimbingan sosial, dan bimbingan
karier. Secara ringkas, pembahasan mengenai layanan bimbingan dimaksud
dikemukakan dalam uraian berikut ini.
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar diarahkan
kepada upaya membantu peserta didik dalam mempelajari konsep dan keterampilan
yang terkait dengan program kurikuler sekolah. Bimbingan belajar di sekolah
akan terpadu dengan proses belajar dan pembelajaran yang berorientasi kepada
perkembangan peserta didik. Dalam proses bimbingan belajar, diharapkan guru
dapat memberikan layanan kepada peserta didik, baik secara individual maupu
secara klasikal.
2. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi lebih
terfokus pada upaya membantu peserta didik untuk mengembangkan aspek-aspek
kepribadian yang menyangkut pemahaman diri dan lingkungan, kemampuan memecahkan
masalah, konsep diri, kehidupan emosi, dan identitas diri. Layanan bimbingan
pribadi sangat erat kaitannya dengan membantu peserta didik menguasai
tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Seperti halnya bimbingan
belajar, layanan bimbingan pribadi inipun akan banyak terwujud dalam bentuk
penciptaan iklim lingkungan pembelajaran dan kehidupan sekolah. Ditinjau dari
sudut pandang bimbingan, proses belajar dan pembelajaran di sekolah merupakan
wahana untuk mengembangkan aspek-aspek kepribadian sebagaimana tersebut di
atas.
Bertolak dari ekologi
perkembangan manusia dalam bimbingan, peran guru dalam membantu perkembangan
pribadi peserta didik dapt dijelaskan sebagai berikut ini.
a. Bersikap Peduli
Sikap peduli mengandung arti
memberi perhatian penuh kepada peserta didik sebagai pribadi dan memahami apa
yang terjadi pada dirinya. Sikap seperti ini memungkinkan seorang guru mampu
menyentuh dunia kehidupan individual peserta didik dan terbentuknya suatu
relasi yang bersifat membantu (helping relationship).
b. Bersikap Konsisten
Sikap konsisen ialah bagaimana
membantu peserta didik untuk merasakan konskuensi tindakannya, dan bukan karena
persamaan perlakuan yang diberikan oleh guru. Prinsip konsistesi ini mengandung
implikasi bahwa peristiwa-peristiwa di dalam kelas harus memungkinkan peserta
didik memahami posisi, peran dirinya, dan mengembangkan kemampuan untuk
mengendalikan perilakunya.
c. Mengembangkan Lingkungan yang Stabil
Guru harus berupaya
mengembangkan struktur program dan tatanan yang dapat menumbuhkan perasaan
peserta didik bahwa dirinya hidup dalam dunia yang memiliki ketraturan,
stabilitas, dan tujuan. Lingkungan semacam ini akan membantu perkembangan diri
peserta didik, sedang lingkungan yang tidak menentu, penuh stres, dan kecemasan
akan menumbuhkan frustrasi dan perilaku salah suai.
d. Bersikap Permisif
Sikap permisif adalah
memberikan keleluasaan dan menumbuhkan keberanian peserta didik untuk
menyatakan diri dan menguji kemampuannya, serta bersikap toleran terhadap kekeliruan
dan keragaman perilaku peserta didik.
3. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial diarahkan
kepada upaya membantu peserta didik mengembangkan keterampilan sosial atau
keterampilan berinteraksi di dalam kelompok. Keterampilan sosial adalah
kecakapan berinteraksi dengan orang lain, dan cara-cara yang digunakan dalam
berinteraksi tersebut sesuai dengan aturan dan tujuan dalam konteks kehidupan
tertentu. Dalam kehidupan peserta didik (anak sekolah) kecakapan tersebut
adalah kecakapan interaksi dengan kelompok teman sebaya atau orang dewasa.
Proses belajar dan
pembelajaran akan menjadi wahana bagi perkembangan sosial peserta didik. Hal
ini berarti bahwa bimbingan sosial dapat berlangsung di dalam dan secara
terpadu dengan proses belajar dan pembelajaran. Ditinjau dari sudut pandanga
bimbingan, proses belajar dan pembelajaran merupakan wahana begi pengembangan
keterampilan sosial, kesadaran saling bergantung, dan kemampuan menerima serta
mengikuti aturan kelompok.
Peran penting yang perlu
dimainkan guru dalam kaitannya dengan layanan bimbingan sosial ialah
mengembangkan atmosfir kelas yang kondusif. Atmosfir kelas yang kondusif bagi
perkembangan sosial ialah yang dapat menumbuhkan:
a. Rasa turut memiliki kelompok, ditandai dengan
identifikasi diri, loyalitas, dan berorientasi pada pemenuhan kewajiban
kelompok.
b. Partisipasi kelompok, ditandai dengan
kerjasama, bersikap membantu, dan mengikuti aturan main.
c. Penerimaan terhadap keragaman individual dan
kelompok, serta menghargai kelebihan orang lain.
Atmosfir kelas yang kondusif dapat ditumbuhkan melalui
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
bergantung kepada kelompok kerja kecil yang mengkombinasikan:
a. Tujuan kelompok atau
dukungan tim
b. Tanggung jawab individual
c. Kesamaan kesempatan untuk
sukses
Pembelajaran kooperatif akan
menimbulkan terjadinya dukungan tim berupa bantuan teman sebaya di dalam mempelajari
tugas-tugas akademik. Bantuan teman sebaya akan melintasi hal-hal akademis dan
akan menumbuhkan ikatan sosial di dalam kelompok. Sebagai contoh, seorang peserta
didik yang pandai akan terdorong untuk membantu peserta didik yang kurang
pandai di dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas kelompok secara
brsama-sama.
Sementara itu, tanggung jawab
individual tetap akan tumbuh karena setiap peserta didik dituntut untuk
mempelajari dan menguasai tugas-tugas pembelajaran secara sungguh-sungguh.
Dalam pembelajaran kooperatif ini guru harus meyakinkan pesrta didik bahwa
hasil kerjanya adalah hasil kerja kelompok. Oleh sebab itu setiap peserta didik
harus ambil bagian dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Tingkat tanggung
jawab individual tetap akan diukur melalui asesment tingkat penguasaan bahan
ajar.
Kesempatan untuk sukses akan
diperoleh setiap peserta didik dalam upaya memberikan kontribusi kepada
prestasi kelompok. Upaya semua peserta didik akan dihargai sesuai dengan
tingkat prestasi yang dicapainya dan penilaian diberikan atas dasar upaya yang
dilakukan.
4. Bimbingan Karier
Bimbingan karier disekolah
diarahkan untuk menimbuhkan kesadaran dan dan pemahaman peserta didik akan
ragam kegiatan dan pekerjaan di dunia sekitarnya, pengembangan sikap positif
terhadap semua jenis pekerjaan, pengembangan sikap positif terhadap orang lain,
dan pengembangan kebiasaan hidup yang positif. Bimbingan karier di sekolah
terkait erat dengan upaya membantu peserta didik untuk memahami apa yang
disukai dan apa yang tidak disukai, kecakapan diri, disiplin, dan mengontrol
kegiatan sendiri. Layanan bimbingan karier juga amat erat kaitannya dengan
layanan bimbingan lainnya karena kecakapan-kecakapan yang dikembangkan dalam
bimbingan belajar, bimbingan pribadi, maupun maupun bimbingan sosial akan
mendukung perkembangan karier peserta didik.
Bailey dan Nihlen dalam Satori
(2007) menyarankan pengembangan kesadaran karier di sekolah, khususnya di
sekolah lanjutan hendaknya dikembangkan secara terpadu dan mencakup hal-hal
sebagai berikut:
a. Informasi yang difokuskan
kepada tanggung jawab dan struktur pekerjaan
b. Penyediaan waktu dan
kesempatan bagi peserta didik untuk berbagi pengetahuan tentang dunia kerja dan
pengalaman yang diperolehnya dari orang-orang sekitar tentang berbagai
pekerjaan.
c. Penyediaan kesempatan bagi
peserta didik untuk berinteraksi dengan orang-orang yang bekerja di sekitarnya.
Interaksi ini akan menjembatani peserta didik dengan dunia kerja.
d. Penyediaan kesempatan bagi
peserta didik untuk mengetahui bagaimana orang merasakan pekerjaan atau profesi
yang dipilihnya.
e. Penyediaan kesempatan bagi
peserta didik untuk mengenali peran faktor jenis kelamin (jender) dalam
pekerjaan.
Surya dan Natawidjaja (1986)
mengemukakan beberapa hal yang harus
diperhatikan guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan fungsinya
sebagai guru dan pembimbing, yaitu:
a. Perlakuan terhadap peserta didik
didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai individu peserta memiliki potensi untuk
berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
b. Sikap
yang positif dan wajar terhadap peserta didik.
c. Perlakuan
terhadap peserta didik secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.
d. Pemahaman peserta didik secara empatik.
e. Penghargaan terhadap martabat peserta
didik secara individu.
f. Penampilan diri secara asli (genuine)
tidak berpura-pura, di depan peserta didik.
g. Kekonkretan dalam menyatakan diri.
h. Penerimaan peserta didik secara apa
adanya.
i. Perlakuan terhadap peserta didik secara
permisiv.
j. Kepekaan
terhadap perasaan yang dinyatakan oleh peserta didik dan membantu peserta didik
untuk menyadari perasaannya itu
k. Kesadaran
bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan peserta didik terhadap materi
pembelajaran saja, melainkan juga menyangkut pengembangan peserta didik untuk
menjadi individu yang lebih dewasa.
l. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang
khusus.
Ahmadi dan Uhbiyanti (1991)
mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses
belajar-mengajar, sebagai berikut:
a. Menyediakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan setiap peserta didik merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan
dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. Suasana yang
demikian dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, dan dapat menumbuhkan
rasa percaya dirinya.
b. Mengusahakan agar peserta didik dapat
memahami diri, kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaanya.
c. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi
tingkah laku sosial yang baik. Tingkah laku peserta ddik yang tidak matang
dalam perkembangan sosialnya dapat merugikan dirinya sendiri maupun
teman-temannya.
d. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi
setiap peserta didik untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Guru dapat
memberikan fasilitas waktu, alat atau tempat bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya.
e. Membantu memilih jabatan yang cocok,
sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minatnya. Berhubung guru relatif lama
bergaul dengan peserta didik, maka
kesempatan tersebut dapat dimanfaatkannya untuk memahami potensi peserta didik.
Guru dapat menunjukkan arah minat yang cocok dengan bakat dan kemampuannya.
Melalui penyajian materi pelajaran, usaha bimbingan tersebut dapat
dilaksanakan.
D. TEKNIK
MEMBANTU SISWA BERMASALAH
Satori dkk. (2007)
menyatakan bahwa upaya membantu peserta didik untuk mengatasi perilaku
bermasalah menghendaki keterampilan khusus bagi guru. Bagi guru yang berperan
sebagai wali kelas sekaligus sebagai guru pembimbing, penanganan dan pencegahan
perilaku bermasalah dapat ditempuh dengan mengembangkan kondisi pembelajaran
yang dapat memperbaiki kesehatan mental peserta didik.
Kepembibingan guru
dalam proses belajar dan pembelajaran dapat diwujudkan dengan upaya
mengembangkan dan memelihara lingkungan belajar yang sehat. Ada beberapa upaya
yang dapat dilakukan guru untuk memperoleh lingkungan belajar yang sehat,
antara lain :
- Memanfaat proses belajar dan pembelajaran di kelas sebagai wahana untuk bimbingan kelompok. Dalam hal ini guru dapat bekerja sama dengan konselor sekolah (guru BP) jika di sekolah telah ada konselor.
- Memanfaatkan pendekatan pendekatan kelompok dalam melakukan bimbingan. Dalam mewujudkan fungsi bimbingan dalam proses belajar dan pembelajaran, guru dapat menggunakan metode yang bervariasi yang memungkinkan peserta didik mengembangkan keterampilan kehidupan kelompok. Metode yang dimaksudkan seperti sosiometri, diskusi, dan bermain peran.
- Mengadakan konferensi kasus dengan melibatkan para guru dan atau orang tua siswa. Konferensi kasus ini dimaksudkan untuk emnemukan alternatif bagi pemecahan kasus.
- Menjadikan segi kesehatan mental sebagai salah satu segi evaluasi. Evaluasi di sekolah seyogianya tidak hanya menekankan kepada segi hasil belajar, tetapi juga memperhatikan perkembangan kepribadian peserta didik, walaupun hasil evaluasi kepribadian itu tidak dijadikan faktor penentu keberhasilan peserta didik.
- Memasukkan aspek-aspek hubungan insaniyah ke dalam kurikulum sebagai bagian terpadu dari mater belajar dan pembelajaran yang harus disajikan.
- Menaruhnkepedulian khusus terhadap faktor-faktor psikologis yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran.
Secara lebih
khusus upaya memberi bantuan bagi siswa yang mengalami masalah belajar dapat
dilakukan dengan cara-cara berikut ini.
1. Pembelajaran
Perbaikan (Remedial Teaching)
Pembelajaran
perbaikan merupakan suatu bentuk khusus pembelajaran yang bermaksud
menyembuhkan, membetulkan, atau membuat menjadi baik. Pembelajaran perbaikan
dapat diberikan kepada seorang atau sekelompok orang siswa yang menghadapi
maslah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan dalam proses dan hasil
belajar mereka.
2. Kegiatan
Pengayaan
Kigiatan pengayaan merupakan
suatu bentuk layanan bimbingan yang diberikan kepada seorang atau beberapa
orang siswa yang sangat cepat dalam belajar dengan memberikan tugas-tugas
tambahan untuk menambah atau memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah
dimilikinya dari proses belajar dan pembelajaran sebelumnya. Kegiatan pengayaan
ini dapat menjadi motivasi bagi siswa yang bersangkutan untuk lebih bersemangat
dan lebih giat belajar dalam rangka mewujudkan dirinya secara lebih baik sesuai
dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya karena merasa diperhatikan dan
dihargai atas keberhasilan dan kemampuannya dalam belajar. Selain itu, kegiatan
pengayaan dapat mencegah timbulnya dampak negatif dari para siswa yang memiliki
kecepatan tinggi dalam belajar seperti patah semangat, salah tingkah, atau
menjadi siswa pengganggu yang disebabkan oleh terhambatnya saluran untuk
mengembangkan potensi dan kemampuan yang jika dibiarkan, hal ini dapat
menurunkan prestasi belajar mereka.
3. Peningkatan Motivasi
Belajar
Membantu meningkatkan motivasi
belajar siswa dapat dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:
a. Memperjelas tujuan
pembelajaran, sehingga siswa akan terdorong untuk lebih giat belajar karena
mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
b. Menyesuaikan proses belajar
dan pembelajaran dengan bakat, minat, dan kemampuan siswa.
c. Menciptakan suasana belajar
dan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).
d. Memberikan hadiah (reward)
dan hukuman (punisment) yang bersifat membimbing dan menimbulkan efek
peningkatan bilamana diperlukan.
e. Menciptakan suasana hubungan
yang harmonis, hangat, dan dinamis antara guru dengan siswa dan antara siswa
dengan siswa.
f. Menghindari timbulnya
suasana yang tidak kondusif seperti, menakutkan, mengecewakan, membingungkan,
dan menjengkelkan.
g. Meningkatkan kwalitas maupun
kwantitas sumber dan peralatan belajar dan pembelajaran.
4. Peningkatan Keterampilan Belajar
Prosedur yang dapat ditempuh
antara lain:
a. Membuat catatan pada saat
berlangsungnya proses belajar dan pembelajaran
b. Membuat ringkasan bahan
pembelajaran yang dibaca
c. Mengerjakan latihan
soal-soal
5. Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar
Efektif
Anggapan yang menyatakan bahwa
modal utama untuk sukses dalam belajar adalah tingkat intelegensi yang tinggi
dan didukung biaya yang memadai tidak seluruhnya benar. Dalam hal ini, sikap
dan kebiasaan belajar efektif justru menempati posisi yang sangat penting untuk
meraih sukses dalam belajar. Setiap siswa sebenarnya dapat mengembangkan kebiasaan
belajar yang efektif baik di sekolah maupun di rumah. Berikut ini akan di
gambarkan tentang cara-cara membiasakan belajar efektif, baik di rumah maupun
di sekolah.
a. Mengembangkan Kebiasaan
Belajar Efektif di Rumah
Mengembangkan kebiasaan
belajar yang efektif di rumah, antara lain dapat ditempuh sebagai berikut :
1) Membiasakan belajar sesuai
dengan jadwal pembagian waktu sehari-hari yang telah dibuat di rumah, maksudnya
waktu untuk belajar harus digunakan untuk belajar.
2) Membiasakan mengulang semua materi
yang telah diterima dalam proses belajar dan pembelajaran di sekolah, termasuk
menyelesaikan tugas dan mengerjakan
pekerjaan rumah (PR).
3) Tingkatkan ketelitian dan
keseriusan dalam menekuni bahan pembelajaran sampai benar-benar menguasainya.
4) Mintalah bantuan anggota
keluarga, teman atau pihak-pihak yang diperkirakan mampu uantuk membantu.
5) Mengatur ruang belajar
sedemikian rupa agar membangkitkan semangat belajar, seperti menata buku secara
rapi dan tersusun dalam rak buku, kalau mungkin buatlah perpustakaan kecil di
tempat belajar agar mudah menemukan buku yang dibutuhkan untuk
referensi/kepustakaan.
6) Melengkapi sumber-sumber
belajar (buku-buku) dan peralatan belajar secara memadai, tetapi bukan berarti
harus memaksakan diri membeli semua buku yang dianjurkan sekolah jika belum
tersedia dananya. Untuk mengatasi masalah ini antara lain dapat dilakukan
dengan meminjam buku-buku di perpustakaan.
7) Membiasakan diri gemar
membaca terutama membaca buku-buku yang dapat menunjang perluasan pengetahuan.
Buku-buku hiburan seperti surat kabar, majalah, dan buku ilmu pengetahuan
lainnya boleh pula dibaca untuk menambah.
8) Menyiapkan dan membereskan
buku-buku dan alat-alat yang diperlukan untuk mengikuti proses belajar dan
pembelajaran esok hari sebelum tidur.
9) Memanfaatkan sedikit waktu
untuk membaca buku-buku yang ada kaitannya dengan pembelajaran yang akan
diikuti di sekolah pada waktu pagi sebelum berangkat sekolah (jika ada waktu).
10) Menjaga kesehatan jasmani
maupun ruhani, misalnya dengan olah raga, ahatcukup istiristirahat, makar
teratur, tidur yang cukup dan lain sebagainya sehingga tidak akan mengganggu
kelancaran belajar baik di sekolah maupun di rumah.
b. Mengembangkan Kebiasaan Belajar Efektif di
Sekolah
Mengembangkan kebiasaan
belajar yang efektif di sekolah antara lain dapat ditempuh dengan cara :
1) Membiasakan diri datang ke
sekolah tepat pada waktunya agar tidak ketinggalan belajar di kelas.
2) Membiasakan diri mempersiapkan
buku-buku dan alat-alat tulis secara lengkap dalam mengikuti proses belajar dan
pembelajaran di kelas.
3) Membiasakan diri memusatkan
perhatian dan menekuni setiap materi dalam proses belajar dan pembelajaran di
kelas, serta mencatat hal-hal penting dalam buku catatan agar tidak mudah terlupakan.
4) Membiasakan diri untuk
berani bertanya jika ada hal-hal yang kurang jelas, kerang dimengerti, dan
kurang dipahami.
5) Membiasakan diri mengerjakan
tugas atau soal-soal dan jangan sekali-kali menyepelekan tugas atau
menunda-nunda pekerjaan.
6) Membiasakan diri menggunakan
waktu luang untuk membaca buku pelajaran.
7) Menghindari sikap malas dan
melalaikan tugas.
8) Merenungkan dan
mengapresiasikan materi pembelajaran yang telah diterima maupun yang telah
dibaca dalam praktik kehidupan sehari-hari.
c. Bantuan guru dan orang tua siswa
Guru dan orang tua dapat
membantu siswa untuk menumbuhkan kebiasaan belajar efektif. Untuk kepentingan
itu, hendaknya siswa dibantu dalam hal-hal sebagai berikut:
- Menemukan motif-motif yang tepat dalam belajar
2. Memelihara kondisi kesehatan
3. Mengatur waktu belajar, baik
di rumah maupun si sekolah
4. Memilih tempat belajar yang
baik
5. Belajar dengan menggunakan
sumber belajar yang baik
6. Membaca secara baik dan
sesuai dengan kebutuhan
7. Tidak segan bertanya untuk
sesuatu yang tidak diketahui atau tidak dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Ahamadi,
H. A. dan N. Uhbiyati, 1991, Ilmu Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Makmun, Abin Syamsuddin, 2003, Psikologi
Pendidikan, Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Prayitno,
dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Depdiknas.
Sardiman,
2001, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Satori,
Djam’an, dkk, 2007, Profesi Keguruan, Jakarta: Universitas Terbuka.
Senjaya, Wina.,
2006. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Surya, M.
dan Rochman Natawidjaja, 1986, Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan,
Jakarta: Universitas Terbuka.
Willis, Sofyan S., 2004. Konseling Individual; Teori dan
Praktek, Bandung : Alfabeta.
makasi gan
BalasHapusMakasih juga, dah mampir.
Hapusijin share...
BalasHapusijin share...
BalasHapusPlease!
HapusLengkap! Terima kasih pak😊
BalasHapusTerimakasih pak...
BalasHapusterima kasih artikel nya sangat bagus, kami juga ada aplikasi absensi fingerprint siswa berbasis sms, silahkan kunjungi website kami ABSENSI SISWA
BalasHapusTERIMA KASIH..
BalasHapus